Masih Alot Karena Remunerasi Bakal Tidak Berlaku

Jumat 09-03-2018,00:00 WIB

JAKARTA - Pembahasan rancangan peraturan pemerintah (PP) tentang Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas PNS masih alot. Di antara sekian kementerian, ada yang belum satu suara terhadap regulasi penggajian PNS berbasis gaji tunggal (single salary) itu. Sebab dengan berlakunya sistem gaji tunggal, maka tunjangan remunerasi yang begitu mencolok perbedaannya antar kementerian tidak berlaku lagi.

Sebagaimana diketahui sejumlah kementerian atau lembaga mendapatkan tunjangan remunerasi yang cukup besar. Diantaranya adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Mahkamah Agung (MA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebagai contoh PNS kelas jabatan terendah (kelas jabatan 4) di Ditjen Pajak menerima remunerasi RP 5,3 juta. Sementara yang tertinggi yakni kelas jabatan 27 mencapai Rp 117 juta. Ketentuan ini diatur dalam Perpres 37/2015. Sementara dalam materi sosialisasi skema gaji tunggal Kementerian PAN-RB disebutkan bahwa total penghasilan seorang jabatan pimpinan tinggi (JPT) maksimal Rp 76,86 juta.

Di dalam skema gaji tunggal yang diatur dalam rancangan PP tentang Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas PNS itu, penghasilan PNS hanya terdiri dari tiga komponen saja. Yakni gaji, tunjangan kinerja dengan besaran maksimal lima persen dari gaji, serta tunjangan kemahalan. Setiap komponen itu memiliki indeks sendiri-sendiri. Besaran indeksnya sesuai dengan kelompok atau jenjang jabatan, kinerja, serta daerah.

Dengan skema itu, nantinya pejabat di Kemenkeu dengan kementerian lain seperti Kementerian PAN-RB tidak jauh perbedaan penghasilannya. Padahal beban kerja di dua kementerian itu belum tentu sama.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PAN-RB Herman Suryatman mengatakan belum bisa menjelaskan tentang ranganan PP tentang Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas PNS. ’’Nanti tunggu ditetapkan. Baru bisa dielaborasi lebih jauh,’’ katanya. Herman juga tidak mau berkomentar terkait hilangnya tunjangan remunerasi dengan berlakunya sistem penggajian single salary tersebut.

 Wakil Ketua Komisi II (bidang pemerintahan) DPR Ahmad Riza Patria mengatakan konsep remunerasi muncul di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ’’Kita mendukung konsip itu (remunerasi),’’ katanya. Politisi Gerindra itu mengatakan konsep remunerasi itu bagus. Tetapi pada prinsipnya dia ingin gaji seorang PNS itu sesuai dengan perstasi dan kinerjanya.

Dia juga tidak ingin ada standar gaji yang jomplang antara satu instansi dengan instansi lainnya. Kemudian juga antara PNS di instansi pusat dengan PNS pemerintah daerah (pemda). Dia menegaskan dalam aturan penggajian PNS harus adil, sesuai standar, dan konsisten.

Riza juga mengatakan menyambut tahun politik ini Presiden Joko Widodo tiba-tiba membahas kenaikan gaji PNS. ’’Kita dukung (kenaikan gaji PNS itu, red),’’ jelasnya. Dengan catatan sejauh mana pemerintah memiliki kemampuan anggaran untuk membayar kenaikan gaji PNS tersebut.

Sementara itu pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Lina Miftahul Jannah mengatakan adanya ego sektoral dalam implementasi single salary memang berpotensi membuat pembahasannya semakin lama. ’’Instansi satu merasa beban kerjanya berat. Kemudian instansi lain apa mau dikatakan bebannya ringan,’’ jelasnya.

Lina mengatakan sistem pemberlakuan skor atau nilai indeks penghasilan cukup masuk akal. Indeks itu bisa dikaitkan dengan kelangkaan profesi, tanggung jawab, sampai resiko sebuah jabatan. Dia mencontohkan PNS dengan masa kerja sama, tetapi yang satu sebagai bendara dan satunya lagi sekretaris, tentu memiliki indeks tanggung jawab dan resiko yang berbeda. Sehingga meskipun eselonnya sama, tetapi jabatan sebagai sekretaris dengan bendara keuangan bisa jadi mendapatkan penghasilan yang beda.

Termasuk sampai Presiden yang memiliki indeks penghasilan sangat besar, sehingga penghasilannya tinggi, menurut Lina juga masuk akal. Dia mengatakan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, tugas, tanggung jawab, serta resiko seorang Presiden sangat besar. Sehingga menurutnya tidak wajar jika ada pejabat yang digaji APBN, gajinya lebih besar dari Presiden.

Selain itu dia mengatakan sistem single salary juga memudahkan pelaporan dan perencanaan keuangan. Sebab penghasilan PNS nantinya hanya dari komponen gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan. Sementara saat ini masih ada sistem honorarium bagi PNS ketika mengikuti suatu rapat atau kegiatan.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengomentari terkait beredarnya kabar kenaikan gaji PNS tahun depan. Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menegaskan bahwa tidak ada pengajuan kenaikan gaji PNS dari BKN. Dia juga menekankan bahwa kebijakan pemberian gaji PNS saat ini, belum ada perubahan. Yakni, masih sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2018. \"Saya sudah cek ke Kepala BKN, dan BKN tidak ada mengajukan kenaikan gaji PNS. Yang dilakukan hanya membuat kajian. Mengenai kebijakan penggajian PNS saat ini masih sama seperti dalam APBN 2018,\"jelasnya pada koran ini, kemarin. 

Terkait rencana kenaikan gaji maupun perubahan sistem penggajian, Askolani mengatakan hal tersebut masih dalam pembahasan di lingkungan internal pemerintah. \"Mengenai kebijakan penggajian PNS saat ini melaksanakan kebijakan yg sudah ditetapkan di APBN tahun 2018. Sedangkan untuk ke depan masih panjang proses nya karena masih akan dilihat pemerintah secara keseluruhan dan masih akan dibicarakan internal pemerintah dalam beberapa bulan ke depan,\"tegasnya.

Tags :
Kategori :

Terkait