‘‘Saya berasumsi akan diserahkan,’‘ tegasnya
Muhammadiyah juga sempat dicecar pertanyaan oleh JPU KPK apakah uang ketok palu pengesahan RAPBD Provinsi Jambi ini sudah ada setiap tahunnya.
Namun, Muhammadiyah mengaku tidak tahu dan tidak pernah menerima. ‘‘Informasinya dulu juga seperti itu. Tapi saya tidak menerimanya,’‘ bebernya.
Kemudian, Hakim bertanya, apakah dirinya mau dengan uang suap RAPBD tahun 2018? ‘‘Mau, tapi keburu OTT,’‘ Aku Muhammadiah.
Sofyan Ali dalam kesaksiannya menyebutkan bahwa tahapan dalam pengesahan RAPBD Provinsi Jambi 2018, cacat prosedur.
‘‘Maka dari itu saya tidak hadir dalam rapat terkahir antara Banggar bersama TAPD,’‘ katanya.
‘‘Rumor saya tahu (Uang ketok palu, red), dan saya juga menolak,’‘ akunya.
Dijelaskannya, salah satu alasan mengapa RAPBD Provinsi Jambi 2018 cacat prosedur itu seperti adanya pengalihan belanja modal menjadi bantuan transfer untuk pengadaan alat berat.
‘‘Sementara itu sudah tertuang dalam RPJMD. Ini sudah ditetapkan dalam Perda. Sementara eksekutif bersikeras merubah ini dengan Pergub,’‘ bebernya.
Kemudian, ia juga mengaku pada hari Minggu 26 November, dirinya mendapatkan telpon dari Saipudin. Dijelaskanya, dalam pembicaraan itu, untuk mengatur janji bertemu, dan diarahkan ke Sekertaris Fraksi Tajudin Hasan.
‘‘Saya tolak, karena selalu begitu,’‘ katanya.
Ketika ditegaskan oleh salah satu pengacara Saipudin, apa yang dibicarakan dengan kliennya. Sopian Ali menjawab, dia selalu mendelegasikan ke Tajuddin Hasan ketika ada yang mengajak dia bertemu.
‘‘Saya sudah menegaskan enggan hadir pada sidang paripurna pengesahan APBD tahun 2018,’‘ katanya.
Dalam kesaksiannya Rudi Wijaya Ketua Fraksi Bintang Keadilan mengaku tidak mengetahui secara pasti terkait uang ketok palu. Menurutnya sebagai anggota Banggar DPRD Provinsi Jambi tidak mengikuti secara penuh pembahasan.
‘‘Saya waktu itu naik haji. Jadi tidak hadir dan digantikan anggota lain,’‘ katanya.