JAKARTA – Langkah Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret sejumlah calon kepala daerah (cakada) sebagai tersangka dalam kasus rasuah mulai dilakukan. Calon gubernur (cagub) Maluku Utara (Malut) Ahmad Hidayat Mus (AHM) menjadi cakada pertama yang menyandang status tersangka lembaga superbodi itu.
Informasi penetapan tersangka tersebut disampaikan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Aris Budiman, kemarin (14/3). Dia membenarkan bahwa perkara AHM sudah naik status dari penyelidikan ke penyidikan. ”Iya benar (sudah naik penyidikan, Red),” ujarnya kepada Jawa Pos (Induk Jambi Ekspres). Peningkatan status itu lalu ditindaklanjuti dengan gelar perkara (ekspose) di level pimpinan KPK.
Hanya, perwira polisi bintang satu itu belum mau membeberkan secara detail latar belakang perkara yang menyeret politisi Golkar yang dikenal dekat dengan mantan ketua DPR Setya Novanto itu. Informasi soal penyidikan akan disampaikan secara resmi oleh KPK dalam waktu dekat. Begitu pula soal tindakan hukum lain setelah penetapan tersangka. Baik pemeriksaan atau penahanan.
Meski demikian, berdasar penelusuran Jawa Pos, Ahmad yang merupakan bupati Kepulauan Sula, Maluku Utara dua periode itu sudah berkali-kali terseret dalam kasus dugaan korupsi. Hanya, dia selalu “lolos”. Pada Februari 2017 misalnya, status tersangka AHM atas kasus korupsi Bandara Bobong, Kepulauan Pulau Talibu dibatalkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Ternate lewat praperadilan.
Selain kasus yang ditangani Polda Malut itu, AHM juga pernah lolos dalam kasus korupsi yang diusut kejaksaan setempat. Yakni perkara rasuah pembangunan Masjid Raya Sanana. Pada Juni 2017 lalu, AHM divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ternate dalam kasus yang dituntut jaksa penuntut umum lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta tersebut.
KPK pun menegaskan, masih ada cakada lain yang bakal berstatus tersangka dalam waktu dekat. Hanya, sampai saat ini nama-nama cakada dan asal daerah masih ditutup rapat-rapat oleh komisi antirasuah tersebut. Sumber internal Jawa Pos di KPK menyebutkan, jumlah cakada yang bakal segera berstatus tersangka masih banyak. ”Ada banyak, di Jawa juga ada,” tuturnya.
Terpisah, penasehat hukum (PH) AHM, M. Konoras menyatakan sampai kemarin pihaknya belum mendapat surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) oleh KPK. Sejauh ini, Konoras baru mengetahui penetapan tersangka kliennya melalui pemberitaan. ”Belum bisa dikategorikan berita A1, karena tidak disampaikan langsung oleh KPK,” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos.
Meski demikian, Konoras mengaku siap mendampingi AHM menghadapi proses hukum di KPK. Khususnya terkait dengan perkara dugaan korupsi Bandara Bobong yang menang praperadilan. Menurut dia, semua keputusan hakim, baik itu vonis bebas maupun gugatan praperadilan, harus dihormati karena merupakan produk hukum.
”Andai itu (penetapan tersangka benar, Red) sebagai tim penasehat hukum kami akan melakukan upaya hukum (terhadap KPK, Red), seperti praperadilan,” ungkapnya. Konoras menambahkan, sampai kemarin nomor pribadi kliennya sulit dihubungi. Itu seiring padatnya jadwal kampanye yang saat ini dilakukan AHM di berbagai daerah di Malut. ”Lagi sibuk kampanye,” imbuh dia.
Sementara itu, DPP Partai Golkar belum mau berkomentar terkait kabar penetapan AHM sebagai tersangka. Ketua DPP Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar Tubagus Ace Hasan Syadzily saat dihubungi menyatakan, Partai Golkar ingin mendengar kabar resmi dari KPK, sebelum mengambil sikap. \"Kami tunggu penjelasan resmi KPK dulu,\" kata Ace singkat.
Disisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyampaikan bahwa dirinya tidak mempersoalkan langkah KPK menetapkan cakada sebagai tersangka. ”Nggak apa-apa,” ujarnya. Dia pun menegaskan kembali, pihaknya tidak mencampuri urusan KPK. Sebab, penundaan penetapan tersangka yang dia maksud hanya imbauan.
Lebih lanjut, sambung Wiranto, apabila menurut KPK keputusan itu perlu maka silakan dilakukan. Dia tidak ingin instansinya diadu dengan KPK. Sebab, berpotensi menimbulkan kegaduhan. Mantan panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu pun menegaskan kembali, imbauan yang dia sampaikan bukan perintah atau paksaan. ”Itu sesuatu yang silakan dilakukan boleh dan tidak juga nggak apa-apa,” ujarnya.
Penetapan tersangka atas sejumlah cakada memang menuai pro dan kontra. Di satu sisi Wiranto menyarankan KPK untuk menunda penetapan itu, demi menghindari gaduh politik. Disisi lain, pimpinan ormas Kesatuan Organisasi Serbaguna dan Gotong Royong (Kosgoro) 1957 mendorong agar KPK tetap melanjutkan rencananya itu.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Kosgoro 1957 Agung Laksono di kantor PPK Kosgoro di Jakarta, kemarin (14/3). Menurut Agung, tidak ada alasan bagi KPK untuk menunda proses penyidikan terhadap calon kepala daerah yang akan berstatus tersangka. ”Saya sangat setuju untuk dilanjutkan proses hukum kepada siapapun yang terduga korupsi,” kata Ketua Dewan Pakar Partai Golongan Karya itu.
Menurut Agung, alasan untuk menghindari kegaduhan politik seharusnya tidak menjadi dasar penundaan. Justru, yang harus dikedepankan adalah kepentingan publik. Publik tentu menanti sikap tegas penegak hukum kepada siapapun, termasuk calon kepala daerah. ”Jangan karena (menghindari gaduh, red) itu lalu menghentikan proses, kan juga mencederai perasaan masyarakat,” ujarnya.