Pemilu untuk Legalitas Kemenangan Putin

Senin 19-03-2018,00:00 WIB

MOSKOW - Vladimir Putin berpeluang besar untuk kembali memimpin Rusia. Berbagai polling menempatkannya di posisi teratas sebagai pemenang pemilihan umum presiden yang berlangsung kemarin (18/3). Tak tanggung-tanggung, dukungan untuk calon presiden incumbent itu diperkirakan mencapai 70 persen. Jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tujuh kandidat lainnya.

Putin memang bisa menang dengan mudah. Pemimpin oposisi yang paling layak menantangnya, Alexei Navalny, tidak diperbolehkan ikut dalam pilpres. Oposisi sempat menyerukan aksi boikot. Namun, seruan tersebut, tampaknya, tak diikuti banyak orang. Kandidat lain yang maju untuk melawan Putin tak terlalu memiliki massa pendukung. Jika polling itu benar, dia bisa dengan mudah menjadi penguasa Rusia untuk kali keempat.

Beredar kabar bahwa ada tekanan agar penduduk berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara (TPS). Tidak adanya Navalny memang meredupkan antusiasme untuk memberikan suara. Para pendukung Putin bahkan enggan mendatangi TPS karena hasil pemilu seakan-akan sudah bisa dipastikan. Putin mungkin saja menang mudah, tapi jika angka kehadiran penduduk rendah, itu bisa menjadi noda bagi kemenangannya. Sebab, artinya, hanya sedikit orang yang mendukung mantan mata-mata KGB tersebut.

Lawan Putin menuding perusahaan yang memiliki kedekatan dengan negara telah memaksa para karyawannya untuk memberikan suara. Para pekerja itu bahkan harus membuktikan bahwa mereka benar-benar memilih. Reuters menemukan bahwa tudingan tersebut bukan sekadar isapan jempol. Di beberapa TPS, orang-orang datang secara berkelompok. Beberapa bahkan datang dengan bus sewaan. Mereka lantas berfoto di depan kotak balot dengan telepon genggam masing-masing setelah memberikan suara.

Contohnya, di TPS 1515 Zelenodolsk. Reuters menanyai lima orang yang berfoto setelah memberikan suara. ’’Ini adalah laporan foto untuk bos kami,’’ ujar satu di antara lima perempuan itu.

(sha/c18/dos)

Tags :
Kategori :

Terkait