JAMBI-Aksi yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Serikat Mandiri Batanghari (SMB) yang menduduki lahan tak kurang satu tahun di Distrik VIII di Desa Bukit Bakar, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjab Barat berakibat fatal.
Pendudukan lahan yang disertai aksi kekerasan yang dilakukan oleh KKB SMB ini mengakibatkan trauma yang mendalam bagi karyawan dan keluarga karyawan PT WKS serta masyarakat sekitar konsesi.
“Pasca kejadian kemarin membuat karyawan atau keluarga karyawan baik itu orang tua, istri atau suami serta anak-anak dan masyarakat sekitar sangat trauma sekali,\" ujar Slamet Irianto, Direktur Corporate Social Responbility (CSR) PT Wirakarya Sakti kepada Jambi Ekspres kemarin (11/08).
Slamet Irianto melanjutkan untuk mengatasi trauma tersebut, PT WKS bekerjasama dengan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) memberikan Psycoedukasi agar bisa melakukan self screening \"trauma\" (trauma bisa muncul saat itu juga atau berjangka waktu), selain itu kami juga yang mengajak relawan \"posko ceria\" dari mahasiswa psikologi Universitas Jambi (Unja).
“Kita juga membangun posko ceria di desa Belanti Jaya Distrik IV WKS (dengan target peserta dari desa Sengkati, Pematang Gadung, dan Bukit Sari),”jelas Slamet Irianto kepada koran ini kemarin.
Direktur CSR PT WKS ini juga menambahkan peserta Psycoedukasi - self screening \"trauma\" yang diadakan di Belanti Jaya menargetkan desa sekitar konsesi bagi anak-anak yang terdampak kegiatan SMB.
“Dalam waktu dekat akan dilaksanakan juga di Desa Sungai Paur Distrik VIII WKS,”tambahnya.
Untuk program mengatasi trauma yang mendalam bagi karyawan, PT Wirakarya Sakti (WKS) mengadakan trauma healing di Kantor WKS Mayang Jambi, Pada Minggu 28 Juli 2019 dengan total peserta total 38 Orang (26 karyawan, 6 istri dan 6 anak-anak).
Natalia Damayanti, M.PSi, Psikolog saat mengadakan trauma healing mencatat ada reaksi-reaksi yang tidak biasa dari anak-anak yang diterapi pada hari ini (kemarin, red) seperti bereaksi kasar, melempar mainan dan menggunakan kalimat-kalimat \"SMB jahat, polisi tangkap, pedang”.
“Hal itu membuktikan anak-anak mencatat dalam pikirannya setiap kejadian kekerasan, dan ini perlu diobservasi lebuh lanjut untuk melihat dampaknya,”ungkapnya.
Sementara itu, Retno seorang relawan menambahkan anak-anak jadi mudah kaget dan takut, bahkan hanya karena suara bus dan teriakan orang, dalam berbicara juga selalu mengarah pada kejadian ekstrim, seperti mati, tabrak bus, boleh melempar, membunuh.
“Dalam sesi sharing ada seorang ibu ditodong senpi rakitan dipipinya dan itu disaksikan anak perempuannya, sampai hari ini reaksi-reaksi fisiknya masih ada seperti berkeringat dingin, berdebar, bahkan sempat menolak menghadiri sesi konseling ini, karena takut pengalaman buruk akan terbuka kembali,”terangnya.
Para pekerja yang ikut trauma healing mengharapkan keamanan dan kenyamanan dalam bekerja dengan memberikan kepastian penegakan hukum.