JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim mengatakan dengan perubahan mekanisme dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maka pemerintah daerah tidak punya alasan lagi untuk menahan.
Selama ini, menurutnya, dana BOS di daerah sering ditahan dan sulit untuk dicairkan dengan berbagai alasan.
\"Transfer langsung dari pusat ke rekening sekolah menjadi hal positif, karena daerah terkadang menahan dana BOS dengan berbagai alasan, momentum politik pun kadang jadi faktor pembeda momentum dikeluarkannya,\" ujar Ramli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, dana BOS ditransfer dulu ke pemerintah provinsi sebelum kemudian ke rekening sekolah. Namun dengan kebijakan Merdeka Belajar episode III terkait perubahan mekanisme dana BOS, maka dana tersebut langsung ditransfer pemerintah pusat ke rekening sekolah.
Ramli juga memuji perubahan mekanisme tersebut, yang juga mengubah tahapan penyaluran dana BOS.
Tahapannya dilakukan tiga kali mulai 2020, yakni 30 persen pada tahap awal, 40 persen tahap kedua, dan 30 persen tahap ketiga.
Untuk tahap pertama, akan dicairkan pada Januari. Tahap kedua pada April, dan tahap ketiga paling cepat September.
\"Sekitar 70 persen pada semester pertama adalah hal positif, karena banyak kepsek atau guru ngutang untuk menalangi kebutuhan operasional. Itu sudah menjadi rahasia umum,\" jelas dia.
Ramli juga mengapresiasi penambahan nilai satuan BOS. Untuk SD sebelumnya Rp800.000 per siswa menjadi Rp900.000 per siswa. Kemudian SMP/MTs sebelumnya Rp1.000.000 menjadi Rp1.100.000 per siswa.
Kemudian untuk SMA yang sebelumnya, Rp1.400.000 menjadi Rp1.500.000 per siswa. Untuk SMK yang sebelumnya Rp1.400.000 menjadi Rp1.600.000 per siswa. Untuk SMK dengan pendidikan khusus Rp2.000.000 per siswa.
\"Penambahan Rp100.000 per siswa ini merupakan sisi positif, karena memang dana BOS ini sangat terbatas, apalagi dengan jumlah honorer yang semakin banyak dan diperparah jumlah siswa yang sedikit,\" kata dia lagi. (antara/jpnn)
sumber: www.jpnn.com