Wednesday, 20 Jan 2021
Oleh; Azrul Ananda
OLAHRAGA populer memang dilematis di tengah pandemi ini. Di satu sisi, menyelenggarakannya memberikan risiko besar buat banyak orang. Di sisi lain, menyelenggarakannya bisa memberikan hiburan penting di tengah masa-masa tidak enak ini.
Pro mana? Liga dilanjutkan atau tidak dilanjutkan.
Sebenarnya, jawabannya gampang: Tergantung nilai dan skala ekonominya! Seperti kebanyakan hal lain di dunia ini, jawaban dari semuanya adalah uang. Saya selalu terngiang ucapan salah satu sahabat saya waktu kuliah dulu: \"Emang hidup pakai cinta?\"
Dalam hal penyelenggaraan liga di tengah pandemi ini, saya paling memperhatikan National Football League (NFL) di Amerika. American Football di sana sama \"religiusnya\" dengan sepak bola di Indonesia. Menjadi sumber perdebatan penting, harus dijalankan atau tidak. Boleh ada penonton atau tidak. Dan lain sebagainya.
Karena senjatanya adalah uang, bagi NFL dari awal bisa dilawan. Seperti kebanyakan liga maju, business model-nya sudah matang. Pemasukan terbesar semua tim adalah dari liga, dari hasil pembagian hasil hak siar, merchandising, dan lain-lain. Bukan dari sponsor. Dan tidak ada penonton bukan masalah.
Dan NFL uangnya paling banyak dalam hal ini. Bisa dua kali lebih besar dari liga olahraga terbesar berikutnya. Entah itu liga sepak bola Inggris atau yang lain.
Dengan kekuatan ekonomi itu, protokol mereka termasuk paling hebat. Para pemain dites Covid-19 setiap hari. Teknologi digunakan untuk contact tracing. Kalau ada yang melanggar, dendanya sampai ratusan ribu dollar. Pelatih Las Vegas Raiders kena denda lebih dari 200 ribu dolar AS karena tidak mengenakan masker di pinggir lapangan!
Memang sempat ada masalah. Beberapa pertandingan sempat ditunda karena pemain yang positif. Tapi ada pula yang dipaksakan jalan, walau timnya ada yang kekurangan pemain. Dengan alasan, salah tim itu tidak menjalankan protokol dengan baik!
Januari ini, NFL hampir \"lulus.\" Mereka sudah melewati seluruh musim reguler. Dari total 32 tim, sekarang hanya sisa empat tim berjuang menjadi juara, memperebutkannya di Super Bowl, 7 Februari mendatang.
Dalam penyelenggaraan playoff dua pekan terakhir, ada satu hal yang membuat saya sangat kagum. Yaitu tentang pengelolaan penonton di stadion. Khususnya laga playoff di Buffalo, New York, Sabtu lalu (16 Januari).
Sepanjang musim reguler, ada penonton atau tidak memang tergantung kebijakan negara bagian masing-masing. Ada yang boleh penonton, dibatasi maksimal 25 persen dengan penataan duduk dan protokol khusus. Banyak juga yang sama sekali tanpa penonton.
Salah satu yang paling ketat aturannya adalah New York. Kebetulan, negara bagian ini termasuk yang paling terpukul pandemi ini. Padahal, ada tiga tim bermarkas di sana. New York Giants, New York Jets, dan Buffalo Bills.
Sepanjang musim reguler, tiga tim itu bertanding home tanpa penonton. Tapi kemudian Buffalo Bills lolos ke playoff. Sudah dua pekan ini mereka berlaga di kandang sendiri. Menang lawan Indianapolis Colts pada 10 Januari, lalu menang lagi lawan Baltimore Ravens 17 Januari lalu.