Saya lupa siapa pejabat itu. Yang saya ingat, pejabat tersebut berpakaian jauh lebih rapi didampingi istri, seorang ajudan dan beberapa pengawal yang menjemputnya. Pejabat tersebut tergopoh-gopoh menghampiri Pak Parno. Menyapa dan menyalaminya. Seperti biasa, pak Parno balik menyapanya dengan senyum ramahnya. Meski, dengan pemandangan yang tidak setara.
Jujur, saya sempat terusik dengan pemandangan yang baru saja terjadi. Pak Parno yang kala itu sudah menjadi sosok elit di media waktu itu masih Semarak dan membangun media baru Sumatera Ekspres. Namun, penampilannya sangat jauh dari jabatan yang disandangnya. Bahkan, menurut saya, masih lebih rapi saat ia masih menjadi reporter di Jakarta.
Saya pun iseng bertanya, ‘’Pak Parno ini malah lebih rapi waktu jadi reporter daripada sekarang yang sudah jadi bos. Kenapa bisa begitu.’’ Ia dengan senyum dan terus tertawa ‘’Anda ternyata mengamati saya ya,’’ jawabnya singkat. Lalu ia meneruskan jawabannya, ‘’Kalau begitu, anda harus banyak belajar ke Pak Dahlan. Maka anda akan tahu, jawabannya,” ujarnya.
Saya pun meneruskan, ‘’Jadi anda meniru Pak Bos,” tanya saya lagi. ‘’Ya bukan begitu. Tetapi apa salahnya, saya seperti ini. Kalau saya berpakaian rapi seperti Pak Gubernur juga belum tentu pantes. Malah mungkin tidak akan ditegur orang. Karena saya, sama saja dengan mereka. Kan jarang, seorang bos yang mau dan bisa berpenampilan seperti saya,” ungkapnya, lagi-lagi mengembangkan tawanya.
Hingga dua tahun silam atau 30 tahun kemudian, pada pertemuan tahun 2019 penampilan Pak Parno ternyata tidak berubah. Di atas panggung, Pak Parno sempat menyalami dan membisiki saya. “Apakabar mas Auri. Saya tidak banyak berubah kan? Tetapi, baju saya sekarang lebih halus,’’ katanya sembari memeluk. Kami pun sama-sama tertawa.
Tentu, Pak Parno yang memelukku di atas panggung itu berbeda dengan Pak Parno yang saya temui tiga puluh tahun silam. Setidaknya status sosialnya. Tidak lagi sebagai reporter, tetapi sudah menjadi bos media terbesar di Sumatera Selatan. Juga di Bengkulu. Atau mungkin juga di wilayah-wilayah di Indonesia.
Ia sudah menjadi bos besar. Sekalipun begitu, sosok Pak Parno tidak berubah. Penampilannya tetap sederhana. Ia masih murah senyum. Dibalik senyum dan tawanya, terbesit sikap keras dan tak pantang menyerahnya seorang Suparno. Kerja keras, tidak mengenal waktu membuatnya selalu pantang menyerah.
Satu hal lagi yang mungkin tidak bisa dilepaskan dari sosok Pak Parno. Ia sangat meneladani sosok maha guru Pak Bos Dahlan Iskan. Mulai dari gaya memimpinnya, penampilannya sampai mungkin cara batuknya pun ia meniru dan mengikuti Pak Bos Dahlan.
Terkait dengan gayanya itu, dalam suatu kesempatan saya pernah menggoda Pak Parno tentang penampilannya itu. ‘’Pak, Pak Bos Dahlan sudah gak pernah pakai sandal jepit lagi. Lah ko Pak Parno masih sendalan jepit,” tanyaku menggoda. Ia pun tertawa. ‘’Saya tidak tahu sendal siapa ini. Kalau begitu, saya ke kamar ambil sandal saya, ‘’ katanya.
Benar saja. Ia langsung balik badan menuju ke kamar hotelnya. Tak berapa lama kemudian, ia sudah datang dan menghampiri saya. ‘’Saya sudah ganti sandalnya. Anda ini ternyata pengamat yang jeli ya,’’ ujarnya. Kami pun saling tertawa, ketika Pak Parno menunjukkan sepatu sendal yang dikenakannya. Warnanya hitam dan masih kinclong.
Begitulah kesan saya terhadap Pak Parno. Sekali lagi, banyak hal yang patut diteladani dari sosok seorang Suparno Wonokromo. Dibalik kesederhanaannya, namun menyimpan banyak keteladan kerja keras, pantang menyerah, dan selalu mencari jalan keluar terbaik dalam menghadapi setiap rintangan masalah.
Filosofi kerja keras masih akan terus tetap aktual dalam era disrupsi digital yang akan terus menggila dan tak akan pernah berujung itu. Lalu apa yang patut kita renungkan dari semua itu? Pak Parno berhasil menciptakan robot-robot handal dalam mengembangkan setiap usaha. Dan itulah pilihan terbaik yang saya katakan masih akan terus aktual, karena kini manusia harus belajar menjadi robot, sebelum posisinya akan tergantikan oleh mesin robot-robot di masa mendatang.
Akhirnya, saya mengucapkan selamat jalan Pak Parno. Kami tidak saja mengenang Pak Parno sebagai sosok pemimpin dan pengusaha yang handal. Tetapi, kami akan banyak belajar dari warisan kerja keras yang sudah dilakukannya secara paripurna. Sekali lagi, Selamat Jalan Bapak Kita Suparno Wonokromo.
(Oleh : Auri Jaya, CEO JPNN.COM )