DISWAY: Kawasan Nondemokrasi

Rabu 03-02-2021,00:00 WIB

Saya jadi ingin ke Myanmar lagi. Apakah benar ekonominya tidak semenggeliat Kamboja. Waktu saya ke sana tujuh tahun lalu, terlihat di jalan-jalan sudah banyak mobil Jepang. Saya sempatkan naik kereta apinya yang sangat kumuh. Tapi pinggiran sungai di tengah kota sudah mulai ada tamannya. Banyak yang senam di situ. Saya pun ikut gabung mereka bersenam ria.

Selama 7 tahun berdemokrasi Myanmar tidak terlalu menarik perhatian dunia. Ekonominya juga biasa-biasa saja. Bahkan empat proyek raksasa di bidang ekonomi tidak jalan.

Dua di antaranya kawasan industri khusus di daerah selatan yang miskin. Yang satu ditangani Thailand dan Jepang. Satunya lagi proyek Obor dari Tiongkok.

Dua proyek itu sudah berumur 8 tahun. Tapi tidak juga mulai berjalan. Begitu juga bendungan raksasa di bagian utara negara. Tersendat-sendat.

Proyek \'Thailand-Jepang\' itu berada di \'leher\' Semenanjung Melayu. Disebut Dawei Special Economic Zone. Pelabuhan raksasa, jalan tol menuju perbatasan Thailand dan kawasan industri dibangun di sini. Macet. Sampai sekarang.

Demikian juga pelabuhan raksasa di pantai Rohingya. Yang akan dihubungkan dengan jalan tol sepanjang 500 Km sampai ke Yunnan, Tiongkok. Belum juga bisa dimulai. Tiongkok, menurut rencana, akan menggunakan pelabuhan Rohingya ini untuk mengatasi isolasi provinsi Yunnan. Ekspor dari Yunnan lebih dekat lewat Rohingya daripada lewat Guangzhou atau Shenzhen.

Itulah sebabnya Tiongkok tidak ikut mengecam kudeta di Myanmar itu. Pernyataan Tiongkok netral sekali: agar kedua belah pihak bisa saling menemukan kesepakatan.

Kalau Myanmar terus berjalan dengan tanpa demokrasi, maka seluruh kawasan ini sudah meninggalkan demokrasi. Tinggal Malaysia yang justru mulai belajar berdemokrasi. Dan Indonesia kita yang lagi berjuang entah ke mana.(Dahlan Iskan)

 

Tags :
Kategori :

Terkait