Dalam banyak hal pemerintah itu tidak perlu membantu. Yang penting jangan ngrusuhi –jangan mengganggu.
Tidak banyak komoditas pertanian yang bisa memberikan imbal hasil sebaik porang. Tebu pasti kalah. Apalagi padi. Jagung. Kedelai.
Tapi begitu meluas petani yang menanam porang sekarang ini. Pesantren kami di Pangandaran pun saya minta tanam porang. Di pekarangannya yang luas itu.
Begitu banyak makanan yang tergantung pada glukomanan. Kue atau minuman jelly pasti impor glukomanan. Makanan yang memerlukan kekenyalan pasti mengandung glukomanan. Termasuk bulatan-bulatan dalam minuman boba yang lagi ngetop sekarang.
Bagaimana masa depan porang? Apakah akan menghadapi kelebihan pasok?
Saya pun menghubungi relasi lama saya. Hamzah Muhammad Baabud. Yang 7 tahun lalu saya gelari anak muda andalan. Yang tinggal di Lawang, Malang. Yang mampu menciptakan mesin pengolah rumput laut. Agar kita tidak lagi impor karagenan 100 persen. Yang bahan bakunya rumput laut.
Waktu itu kita hanya bisa ekspor rumput laut kering. Lalu impor karagenan.
Hamzah tidak omong kosong. Ia membuat pabrik karagenan di Pasuruan. Ia olah rumput laut kering menjadi tepung karagenan. Yakni bahan baku makanan dan pasta gigi dan banyak lagi.
Pabrik karagenannya bertahan sampai sekarang. Bahkan kian besar. \"Sudah dua kali lebih besar dari waktu Pak Dahlan pertama ke sini,\" ujar Hamzah.
Enam bulan lalu saya hubungi lagi Hamzah. Saya sampaikan persoalan mirip rumput laut di bidang lain: porang. Sambil berharap Hamzah memikirkan untuk menciptakan mesin pembuat tepung glukomanan. Yang bahan bakunya porang.
Setelah itu beberapa kali lagi saya hubungi Hamzah.
Terakhir kemarin sore.
Saya ingin tahu perkembangan pemikirannya: apakah sudah terbayang bisa membuat mesin glukomanan-porang.
\"Sudah ketemu Pak. Insya Allah bisa,\" kata Hamzah. \"Ternyata jauh lebih mudah dari membuat pabrik karagenan,\" tambahnya.
Alhamdulillah.
\"Saya sudah mulai kerjakan pembuatan peralatannya,\" ujar Hamzah.