Morissa tidak mengetahui pasti mengapa statistik perempuan yang terlibat dalam di dunia teknik, khususnya otomotif, terbilang masih sangat rendah. Namun ia berharap ada dukungan sehingga perempuan terus maju.
“Mungkin kurangnya role model di dunia dan memicu kesusahan untuk memotivasi di dunia teknologi ini khususnya otomotif,” kata dia.
Ia berharap kepada semua orang dapat mengikuti kata hati untuk melakukan pekerjaan yang benar-benar diinginkan.
“Kepada perempuan atau laki-laki yang menekuni bidang apapun, jadi walau banyak orang yang mungkin tidak setuju atau pikir keputusan kita bukan terbaik, tapi kalau kita follow heart ya tidak mungkin nyesel,” kata Morrissa.
Perempuan kelahiran 1996 itu mengaku sangat menikmati profesinya saat ini. Terlebih sejak kecil ia sudah menyukai dunia ‘berhitung’.
“Aku dari kecil suka matematika dan aljabar dan orang tua pengen aku masuk di tempat lebih sains,” kata dia.
Ia juga mengatakan pekerjaanya kini terinspirasi sang ayah yang seorang insinyur.
“Ayahku, karena dia inspirasi, dia insinyur electric dan entrepreneur. Itu memang penuh tantangan tapi menyenangkan,” katanya.
Pengalaman di bidang engineer tidak hanya di perusahaan Tesla. Ia sudah melanglang buana pada industri yang berkaitan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Ia sudah menjadi asisten pengajar di Georgia Institute of Technology pada tahun 2012-2013 untuk ilmu komputer dan statistik. Kemudian Morrissa menjadi asisten peneliti pada program pangan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 2013-2014.(manadopost/fajar)
Sumber: www.fajar.co.id