JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkap permintaan Habib Rizieq Shihab (HRS) saat dirinya maju dalam Pilpres 2009 lalu.
Saat itu, JK maju sebagai calon presiden dari Partai Golkar. Ia berpasangan dengan Wiranto.
JK menyebut Habib Rizieq datang ke kediamannya dan menyatakan siap memberikan dukungan dengan satu permintaan.
“Saya akan mendukung bapak asal ada pernyataan siap menjalankan syariat Islam,” ujar JK menirukan ucapan Habib Rizieq.
Mendengar permintaan tersebut, JK sontak tersinggung dan marah besar. Ia menolak mentah-mentah permintaan Habib Rizieq.
“Saya bilang saya tersinggung dengan perkataan habib. Saya tanya, syariat Islam apa yang tidak bisa dijalankan di Indonesia?,” tanya JK.
Mendengar pertanyaan JK, Habib Rizieq hanya terdiam. Habib Rizieq akhirnya tidak memberikan dukungan karena JK menolak permintaannya.
Syariat Islam Tak Pernah Dilarang
Akademisi Philipus Ngorang mengaku sepakat dengan pernyataan JK yang menolak permintaan Habib Rizieq.
Menurut Philipus Ngorang, konstitusi Indonesia sudah jelas, yaitu sesuai dengan Pancasila.
“Walaupun tak ada kata syariat Islam, tapi mereka yang ingin menjalankan syariat Islam tak pernah dilarang di Indonesia,” jelas Philipus Ngorang kepada GenPI.co, Jumat (25/6).
Pengajar di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie itu mengatakan bahwa syariat Islam yang dimaksud oleh JK dan Rizieq Shihab itu berbeda maknanya.
“JK merasa sudah melaksanakan syariat Islam sejak kecil. Namun, syariat Islam yang dimaksud oleh HRS maknanya berbeda dengan yang diyakini oleh JK,” ungkapnya.
Menurut Philipus Ngorang, syariat Islam yang dimaksud JK adalah ajaran-ajaran agama yang dijalankan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Jelas sekali juga dikatakan bahwa ajaran agama itu membawa perdamaian untuk umat manusia, rahmatan lil alamin. Itulah syariat Islam yang dipahami oleh JK,” jelasnya.
Oleh karena itu, jika ajaran dalam sebuah kitab suci masuk ke dalam undang-undang dan perda, hal itu justru tak membawa perdamaian.