JAKARTA-Suatu hari pada 2013 lalu di pelatnas PP PBSI di Cipayung, Jakarta Timur. Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Rexy Mainaky sedang melakukan rapat bersama Christian Hadinata, Lius Pongoh, dan Ricky Subagja. Mereka sedang mendiskusikan pelatih yang akan menangani sektor ganda putri. Dari nama-nama yang disodorkan, tidak ada yang cocok.
Di tengah-tengah rapat, Rexy meminta izin untuk ke kamar mandi. Dan ketika di luar ruangan rapat tersebut, secara tidak sengaja Rexy bertemu Eng Hian yang saat itu sedang berkunjung ke Cipayung.
”Saat masuk ke ruang rapat lagi, saya usulkan Eng Hian. Dan Koh Chris (sapaan Christian Hadinata) juga punya feeling yang sama,” kata Rexy. ”Pengalaman ketika kami di Inggris dulu, saya sering bertukar pikiran dengan Eng Hian, juga pengalamannya saat di Singapura juga cukup baik,” kata Rexy saat dihubungi Jawa Pos kemarin (2/8).
Feeling Rexy pun tepat. Delapan tahun berselang, Eng Hian sukses mengantarkan Greysia Polii/Apriyani Rahayu meraih emas Olimpiade 2020 Tokyo. Selain sebagai pelatih, pria yang akrab disapa Didi itu pernah meraih perunggu Olimpiade 2004 Athena bersama Flandy Limpele.
Hubungan Rexy dan Didi sangat dekat. Didi bahkan pernah ikut Rexy ketika melatih Inggris pada 2001–2005 lalu. Didi juga sempat melatih di Singapura (2007–2012). Rexy menceritakan, saat itu dirinya tidak ”memulangkan” Didi ke Indonesia secara khusus.
”Waktu itu kontraknya dengan tim nasional Singapura memang sudah habis. Dia kembali ke Jakarta untuk fokus menangani akademinya. Saat itu posisi pelatih ganda putri juga kosong. Mungkin memang sudah jodoh ya,” kata peraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996 itu.
Bagi Rexy, Didi merupakan sosok yang sangat pas dengannya. Ketika mereka diskusi soal bulu tangkis, strategi pertandingan, hingga berbagi humor. Rexy mengakui bahwa Didi punya cara pandang yang tajam. Misalnya, ketika Didi memasangkan Greys dengan Apri pada 2017 lalu.
”Dia punya pendekatan dengan pemain itu sangat bagus. Memberikan motivasi dan juga tegas. Didi juga telaten. Untuk menangani sektor putri memang perlu sosok yang seperti dia,” ungkap Rexy.
Dari kesabaran dan ketelatenan Didi itulah, ganda putri Indonesia akhirnya mengukir sejarah. Sehari sebelum final, Rexy sempat menghubungi Didi. Dia berpesan untuk menjaga Greys/Apri agar tidak terpengaruh pressure dari orang-orang luar.
”Pengalaman saya dulu ketika sudah di semifinal (Olimpiade Atlanta 1996, Red), banyak masukan ini dan itu. Malah mumet di kepala, permainan tidak berkembang. Didi sangat welcome dengan semua support itu,” ujar Rexy.
Soal sikap Didi yang pantang menyerah juga diakui Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin. Didi yang merupakan pemain binaan PB Djarum Kudus disebutnya sejak masih aktif bermain punya ”mata yang tajam”.
”Kemampuan analisis Didi dalam permainan, lalu kedetailannya kepada banyak hal itu membuatnya kini sukses sebagai pelatih,” tutur Yoppy.
Di sisi lain, Ketua Bidang Pengembangan Daerah dan Performance Analysis PP PBSI 2012–2016 Basri Yusuf mengatakan, Didi adalah sosok yang melek terhadap teknologi. Basri yang juga ketua PBSI Jateng sering memberikan masukan data statistik kepada Didi soal lawan-lawan ganda putri di level internasional.
”Didi itu mau belajar terhadap banyak hal. Dia terbuka untuk menerima masukan dan itulah yang kini membuatnya sukses,” ucap Basri. (*)
Sumber: www.jawapos.com