Bahas Sejarah Sesajen di Indonesia, Gus Baha: Wali Tidak Mengkafirkan, Tapi Mengubahnya

Rabu 12-01-2022,00:00 WIB

JAKARTA – Kini Indonesia tengah ramai pasca seorang pria bergamis menendang dan membuang sesajen, yang disimpan di tengah hamparan di Lumajang, Jawa Timur usai diterjang erupsi Gunung Semeru.

Semenjak saat itu, banyak pihak yang berkomentar. Netizen pun demikian. Ada yang membela aksi pria itu, bahkan adapula yang memaki pria dalam video viral tersebut.

Lantas, seperti apa sesajen yang sebenarnya, bagaimana sejarahnya? KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha beri penjelasan. Dikutip dari kanal YouTube bernama El Hazima Official, kedatangan para wali ke Indonesia pada zaman dulu yang membawa perubahan.

“Saya masih ingat pesanan Pak Zaeini, berkali-kali beliau bilang ke saya bahwa agama yang masuk ke negara yang tidak konflik itu di antaranya paling spesial itu Indonesia karena para wali ini mendampingi kultur daerahnya, tapi tidak benturan,” katanya.

 

“Misalnya orang Jawa dulu pakai sesajen sawah-sawah katanya dimakan penunggunya. Yang penunggunya sawah itu kan dulunya pikirannya makhluk gaib”

“Di era modern ya penunggunya itu ya kambing, ayam. Yang memang makan itu-itu. Akhirnya dulu itu aneh. Diistilahkan dimakan penunggunya. Kalimat penunggu itu tidak jelas”

“Wali-wali datang tidak mengkafirkan. Tapi terus diubah. Jadi sedekah ke tetangga tadi. Jadi kultur itu tidak dilawan. Tapi cukup diubah dari memberi makan setan jadi sedekah tetangga”
Dihimpun dari berbagai sumber, Gus Baha sendiri merupakan sosok yang pernah muncul dalam survei Ketum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (NU) sekitar Oktober 2021 lalu.
Gus Baha dikenal sebagai ahli tafsir. Dia jua mengasuh Pondok Pesantren Tahfidul Qur’an LP3IA dan mengasuh pengajian tafsir Al Quran di Bojonegoro, Jawa Timur sejak 2006. (Ishak/fajar)

Sumber: www.fajar.co.id

Tags :
Kategori :

Terkait