DISWAY: Keindahan Persoalan

Minggu 23-01-2022,00:00 WIB

Kebetulan, kami sudah sampai di rumah kepala dusun. Sudah pukul 20.00. Hujan pula. Lelah. Ngantuk. Lapar. Jadi satu di puisi kehidupan.

Saya lihat putri kepala dusun bergegas masak: di dapur kayu itu. Tidak hanya api yang menyala dari dapur itu. Hope dari perut pun ikut menyala-nyala.

\"Di mana ayahanda?\" tanya saya.

\"Di kebun. Jaga tanaman jagung,\" jawabnyi.

\"Ibu di mana?\"

“Tengok cucu yang di Mataram\".

\"Suami?\"

\"Juga di kebun. Kalau tidak dijaga takut diserbu babi hutan,\" jawabnyi.

Saya lihat bayinyi tidur pulas di lantai. Juga kakak bayi itu.

Mertua-menantu itu di kebun jagung semalam suntuk. Tiap malam. Di lereng Tambora. Jaraknya: satu jam jalan kaki dari rumah ini.

\"Kuah ayam ini sedap sekali. Kuahnya segar. Ayamnya gurih,\" kata saya. Ngantuk pun hilang. \"Ini diberi bumbu apa?\" tanya saya.

\"Sedikit kunyit, jahe, merica, bawang putih. Bawang putihnya  agak banyak. Itu saja. Bumbu itu diuleg lembut. Lalu dimasukkan wajan - -yang sedikit minyak gorengnya sudah panas. Tambahkan air. Setelah mendidih barulah ayamnya dimasukkan,\" katanyi.

Pukul 04.00 saya sudah bangun. Saya lihat nenek bayi itu. Rupanya, tengah malam, ketika saya lelap, dia pulang.

Bukan baru kali ini saya tidur di rumah itu. Ada kamar kosong. Atau tidur di terasnya. Nyenyak sekali. Diiringi suara debur ombak dari kejauhan. Lenguh sapi. Ringik kuda. Dan kokok ayam di pagi hari.(Dahlan Iskan)

 

Tags :
Kategori :

Terkait