Selebihnya: tidak boleh.
Menurut Permenaker itu, uang jaminan hari tua (JHT) baru bisa dicairkan kalau seorang tenaga kerja sudah berumur 56 tahun. Uangnya dari BPJS Ketenagakerjaan.
Presiden tentu tahu BPJS TK punya banyak uang. Santunan enam bulan itu tidak akan memberatkannya. Uang yang dikumpulkan BPJS-TK itu kini sudah mencapai Rp 530 triliun. Tiap tahun terus bertambah.
Sumber dana itu dari potongan 5,7 persen gaji tenaga kerja se-Indonesia. Yang 2 persen dari si tenaga kerja sendiri. Yang 3,7 persen dari si pemberi kerja. Perkiraan saya, 10 tahun ke depan, dana itu bisa mencapai Rp 1.000 triliun.
Amankah uang sebanyak itu?
Harusnya aman. Yang mengawasinya banyak sekali. Bahkan sejak Elvyn G Masassya menjadi dirutnya, sudah ditata pengamanannya: hanya boleh ditanam di investasi langsung maksimum 5 persen. Kalau toh harus membantu pembangunan infrastruktur harus lewat obligasi. \"Risiko investasi langsung sangat besar,\" ujar Elvyn yang setelah itu menjabat dirut Pelindo II. Kini Elvyn menjadi konsultan swasta. Orang Aceh yang besar di Medan ini ahli keuangan –di samping sudah mencipta lebih 500 lagu.
Mengapa UU menentukan aturan seperti itu?
Mungkin karena program itu disebut sebagai jaminan hari tua. Yang belum tua tidak berhak.
Bisakah didebat?
Tentu tidak bisa lagi. Yang bisa justru diubah. Tapi harus lewat DPR. UU bukanlah kitab suci.
Sebenarnya zaman memang sudah berubah banyak –dibanding tahun kelahiran UU itu. Kini banyak tenaga kerja yang tidak ingin jadi buruh sampai umur 56 tahun. Mereka ingin bekerja selama 10 tahun saja. Lalu berencana bikin usaha kecil-kecilan. Pencairan dini dana jaminan hari tua itu mereka harapkan bisa untuk modal usaha. Ketika umur 56 tahun mereka sudah lebih sejahtera –atau sudah bangkrut.
Sebagian lagi berpendapat: untuk apa menunggu uang di umur 56 tahun kalau sebelum itu sangat menderita.