JAKARTA - Jaksa Agung Rusia secara resmi menetapkan Meta - perusahaan pemilik Facebook, Instagram, dan WhatsApp - sebagai organisasi ekstremis minggu ini setelah perusahaan milik Mark Zuckerberg itu mengubah kebijakannya, mengizinkan pengguna menyerukan ujaran kebencian terhadap warga Rusia.
Facebook telah diblokir terlebih dahulu di Rusia, dan Instagram baru akan mengikuti nasibnya pada Senin lusa.
Regulator media Rusia memberi pengguna dua hari untuk mengambil data dan terhubung kembali dengan pengikut di tempat lain.
Juru bicara Meta, Andy Stone, mengkonfirmasi pada Jumat (11/3) bahwa perusahaan untuk sementara memberikan kelonggaran sebagai bentuk ekspresi politik yang biasanya melanggar aturan mereka seperti pidato kekerasan, seperti \'Matilah penjajah Rusia.\"
Dia bersikeras, bagaimanapun, bahwa raksasa media sosial tidak akan mengizinkan \"seruan yang kredibel untuk kekerasan\" terhadap warga sipil Rusia dan tawanan perang Rusia di Ukraina.
Reuters, yang pertama kali melaporkan pembaruan kebijakan ujaran kebencian, mengutip email internal perusahaan yang menyatakan bahwa seruan kematian Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Belarusia Alexander Lukashenko juga akan diizinkan.
Reuters melaporkan bahwa kebijakan yang diperbarui akan diluncurkan di sekitar selusin negara, termasuk di Rusia, Ukraina, dan Polandia.
Keputusan Moskow untuk memblokir Instagram, mendapat kecaman dari platform milik Meta tersebut.
Kepala Instagram Adam Mosseri dalam sebuah pernyataan pada Jumat (11/3), mengatakan bahwa langkah yang dilakukan Rusia adalah sesuatu yang salah.
“Mulai Senin, Instagram akan diblokir di Rusia,\" kata Mosseri seperti dikutip dari AFP, Sabtu (12/3).
“Keputusan ini akan memutus akses 80 juta pengguna di Rusia dari satu sama lain, dan dari seluruh dunia. Hampir 80 persen orang di Rusia mengikuti akun Instagram di luar negara mereka. Ini keputusan yang salah,\" lanjutnya dikutip dari RMOL.id. (ima/rtc)