Rekayasa pertanian Bli. Dengan teknik pucuk sambung, ketela di sambung dengan kelapa, buahnya berupa gethuk Bli. Higienis siap saji.
Aryo Mbediun
#96 Arinal Riana Boss Arinal yg pertanian oriented, dimasa langka minyak goreng seperti ini, mestinya Lampung bisa breakthrough dengan kelapa hibrida super. Kelapa hibrida super ini, tanamannya pendek batangnya besar dan 3 tahun dah mulai berbuah. Buahnya setangkai bisa 8-10 butir tapi besar jumbo. Kelapa hibrida super ini, kalau dah tua, saat dibuang kulitnya dan dibelah bisa autopanen minyak goreng. Rata2 output minyaknya 1 liter. Dan daging kelapanya masih bisa diolah jadi kopra. Bila Lampung bisa panen kelapa hibrida super seperti itu pastilah Indonesia bisa swasembada minyak goreng. Semoga Boss Arinal bisa menerima ide ini demi kemakmuran Lampung khususnya dan Indonesia umumnya. Saya hanya punya ide Boss jadi jangan tanya benihnya dari mana. Salam minyakov gorengovic.
Kined Kined
Istri saya orang Lampung, keturunan tulang bawang. Tapi matanya sipit dan kulitnya kuning. Jadi kl istri belanja selalu dipanggil cici. Pertama kali saya makan di rumah mertua disajikan durian dan sambal. Saya terkejut melihat mertua saya mengambil durian dan mencampurkannya ke sambal dan nasi. Saya kira durian itu sebagai pencuci mulut, ternyata untuk dicampur dengan sambal.
Lisa
Untuk lKN saya punya usul Abah, di tempat paling tinggi di IKN buatkan patung \"Harun Masiku\",supaya org2 selalu ingat kepintaran dia bisa lolos dari ratusan juta mata org Indonesia.
Suwarti Wati
Pakai Ajian Halimun kayaknya Mba jadi walaupun disekitar kita tapi tidak terlihat hihihi
Mirza Mirwan
Baru baca judulnya, sebelum membuka artikelnya, saya sudah tahu, pasti tentang Lampung lagi. Ya, karena saya tahu benar bahwa Arinal Riana adalah gabungan nama depan Gubernur Lampung dan istrinya. Ditambah lagi \"clue\" Ketua Golkar itu. Dan saya tersenyum geli, tentu saja. Bukan saja karena dari semua provinsi di luar Pulau Jawa, Lampung adalah provinsi yang pernah beberapa kali saya \"ambah\", setelah Provinsi Bali, melainkan karena Lampung adalah provinsi yang memberi saya pengalaman yang lucu-lucu dan tak terlupakan. Kapan hari itu saya pernah cerita makan nangka ditutulkan ke parutan kelapa di rumah teman yang rumahnya dekat gubernuran. Nah, yang akan saya ceritakan berikut ini kejadian kira-kira setahun setelahnya. Malam itu saya menginap di penginapan dekat sebuah bioskup di daerah Bambu Kuning. Besoknya saya mau ke Metro, juga Kota Gajah, untuk mengunjungi teman semasa SMA yang menjadi guru SMA di sana. Mereka itu lulusan \"crash programm\" D-3/A-IV untuk mengatasi kekurangan guru-guru SMA/SMK ketika itu. Pagi sebelumnya saya sudah mengunjungi teman seangkatan mereka di Pringsewu. Dan pagi selanjutnya ke teman mereka di Kotabumi dan Bukit Kemuning. Syahdan, sekitar pukul 10 malam saya benar-benar kehausan. Saya ingin sekali minum teh, tapi yang disediakan penginapan hanya kopi -- yang justru membuat susah tidur. Sayapun keluar. Kebetulan di depan penginapan ada pedagang kaki lima. Minta teh, adanya kopi juga. Telanjur duduk, yaudah. \"Gulanya sedikit saja, Pak,\" pinta saya. Lho, ternyata kopinya bukan kopi bubuk. Pak Pedagang menjumput biji kopi dari toples lalu memasukkannya ke alat penggiling. Setelah itu mengambil gelas kecil dan memberinya dua sendok kecil gula pasir. Saya tak sempat memperhatikan ketika gelas itu ditadahkan ke alat penggiling, karena menoleh ke orang di sebelah saya yang mengajak bercakap. Tahu-tahu kopi sudah terhidang di depan saya. Dan...masyaallah, kopinya membuat saya bergidik ketika mencicipinya. \"Iki kopi apa lebu, sih?\" gerutu saya dalam hati -- ini kopi atau debu, sih? Apa tumon? Setelah saya perhatikan saat pedagang itu melayani pelanggan lain, ternyata kopinya lebih dari sepertiga gelas. Pantesan kayak debu. Sejak saat itulah saya tidak suka minum kopi sampai tua. Putri saya suka ngeledek tiap kali minum kopi sachet di depan saya. Tapi saya malah bergidik, teringat pengalaman minum \"air debu\" di Lampung dulu.