>

Peneliti BRIN: Waspada Potensi Gempa Megathrust Mirip Aceh di Selat Sunda Hingga Jakarta

Peneliti BRIN: Waspada Potensi Gempa Megathrust Mirip Aceh di Selat Sunda Hingga Jakarta

Ahli BRIN mengatakan potensi bencana dalam bentuk gempa megathrust di wilayah selatan Jawa termasuk Selat Sunda hingga Jakarta bisa saja terjadi dan dapat memicu tsunami dengan skala serupa di Aceh.-Foto: Google Earth-

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Peneliti  BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) mengatakan semua pihak harus waspada terhadap potensi bencana dalam bentuk gempa megathrust di wilayah selatan Jawa termasuk Selat Sunda hingga Jakarta yang bisa saja terjadi dan dapat memicu tsunami dengan skala serupa di Aceh.

 

Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanifa mengungkapkan, berdasarkan hasil risetnya, segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda hingga Jakarta, menyimpan energi tektonik yang signifikan dan berpotensi melepaskan gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1. 

 

“Potensi megathrust ini dapat memicu goncangan gempa yang besar dan tsunami, yang menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam,” ungkap Rahma usai menghadiri acara peringatan 20 tahun tsunami aceh, Banda Aceh, Kamis (26/12/2024), seperti dikutip dari laman resmi BRIN.

 

Menurut simulasi yang telah dilakukan BRIN bersama tim peneliti dari berbagai institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3–15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa fenomena serupa pernah terjadi dalam sejarah, seperti tsunami Pangandaran 2006 yang dipicu oleh marine landslide di dekat Nusa Kambangan.

 

“Energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan akan memicu tsunami tinggi yang bisa berdampak luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya,” tambahnya.

 

Untuk itulah, BRIN menekankan pentingnya mitigasi melalui pendekatan struktural dan non-struktural. Pendekatan struktural meliputi pembangunan tanggul penahan tsunami, pemecah ombak, serta penataan ruang di kawasan pesisir dengan memperhatikan jarak aman 250 meter dari bibir pantai. 

 

“Pembangunan hutan pesisir atau vegetasi alami seperti pandan laut dan mangrove juga menjadi solusi berbasis ekosistem untuk meredam energi gelombang tsunami,” jelas Rahma.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: