Mahasiswa Uji UU Pilkada, APBD Biayai Pilkada Berpotensi Disalahgunakan
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)--
Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 166 UU Pilkada bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sebagai informasi, bunyi Pasal 166 UU Pilkada menyatakan, “Ayat (1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ayat (2) Dihapus. ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diatur dengan Peraturan Menteri”.
Posita dan Petitum Tidak Konsisten
Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Anwar Usman menyoroti tidak konsistennya posita Pemohon yang menginginkan Mahkamah menafsirkan ulang pasal a quo dengan menyatakan pembiayaan pilkada ditanggung APBN bukan lagi APBD, tetapi di sisi lain dalam petitumnya, Pemohon hanya meminta Mahkamah agar menghapus pasal a quo.
Pemohon diminta mempertimbangkan konsekuensi apabila pasal a quo mengenai pendanaan pilkada dihapus. “Berarti ‘kan pilkada tanpa biaya jadinya,” kata Anwar dalam sesi pemberian nasihat hakim konstitusi kepad Pemohon.
Selain itu, menurut Guntur, alasan permohonan belum diuraikan secara tajam dan jelas dengan argumentasi yang baik oleh Pemohon. Pemohon dianggap belum menyampaikan analisis yang mendalam hanya mendiskripsikan beberapa kejadian yang bersumber dari berita.
“Bagaimana membangun argumentasi bahwa tidak diperlukan pendanaan karena Pasal 166 itu adalah soal pendanaan penyelenggaraan pilkada itu tidak diperlukan, sementara tidak ada aktivitas dalam rangka memenuhi hak-hak konstitusional warga negara dalam rangka memberikan pelayanan terhadap hak warga negara untuk memilih ya pasti butuh anggaran,” jelas Guntur.
Sebelum menutup persidangan, Saldi Isra mengatakan Pemohon dapat memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari. Berkas permohonan baik soft copy maupun hard copy harus diterima Mahkamah paling lambat Jumat, 27 Desember 2024.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: