>

Kasus Kakak Aniaya Adik Dihentikan Jampidum Kejagung

Kasus Kakak Aniaya Adik Dihentikan Jampidum Kejagung

Tersangka MH (kiri) memeluk adik kandungnya IP setelah perkara penganiayaan dihentikan Jampidum Kejaksaan Agung.- (ANTARA/Aris Rinaldi Nasution) -

SUMUT, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Kasus kakak aniaya adik dihentikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Prof Asep Nana Mulyana.

Prof Asep menyetujui penghentian penuntutan perkara penganiayaan kakak berinisial MH terhadap adik kandungnya inisial IP.

"Penghentian perkara itu disetujui dengan pendekatan keadilan restoratif, setelah digelar ekspose perkara yang diusulkan Kejati Sumut," kata Kasi Penkum Kejati Sumut Adre Wanda Ginting, di Medan, Selasa, dikutip dari Antara.

Dia mengatakan, Wakajati Sumut Rudy Irmawan didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang menyampaikan perkara itu, di ruang vicon, Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.

"Selanjutnya, Jampidum Bapak Prof Asep Nana Mulyana bersama Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh menyetujui perkara ini diselesaikan dengan pendekatan secara humanis,” ujarnya.

Pihaknya menjelaskan, perkara penganiayaan tersebut berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara.

Dalam ekspose perkara gelar ini tersangka MH memukul adik kandungnya IP hanya karena tidak diizinkan meminjam satu unit sepeda motor.

"Tersangka disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana. Namun setelah dilakukan mediasi dan pertimbangan, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai,” jelas Adre.

Penyelesaian ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Hal ini memungkinkan penghentian perkara jika tersangka adalah pelaku pidana pertama kali, ancaman hukumannya di bawah lima tahun, dan kerugian ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta.

"Melalui mediasi tersangka dan korban mencapai kesepakatan perdamaian. Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Apalagi tersangka MH dan korban IP adalah abang beradik yang tinggal bersebelahan," sebutnya.

Dia menyampaikan, bahwa pendekatan keadilan restoratif ini juga dihadiri tokoh masyarakat, pihak keluarga, penyidik, dan jaksa fasilitator berperan terciptanya harmoni antara kedua belah pihak.

"Dengan terwujudnya perdamaian antara tersangka dan korban, maka telah membuka ruang terciptanya harmoni dan mengembalikan keadaan ke semula,” kata Adre. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: