IFSE 2024: Kolaborasi Fintech Dorong Inovasi dan Inklusi Keuangan, Masa Depan Keuangan Lebih Cerah
Ilustrasi Logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK). -(Antara/ Ist)-
Kolaborasi Lembaga Jasa Keuangan dan Fintech, QRIS: Jembatan Indonesia Menuju Pembayaran Global Dalam sesi khusus yang membahas QRIS: Indonesia's Passport to Global Payments, para peserta diajak untuk melihat lebih dekat bagaimana Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) telah menjadi solusi pembayaran yang semakin populer di Indonesia. QRIS tidak hanya memudahkan transaksi di dalam negeri, tetapi juga membuka peluang bagi Indonesia untuk terhubung dengan ekosistem pembayaran global.
Deputi Direktur, Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia, Elyana K. Widyasari mengatakan bahwa QRIS telah menjadi sebuah standar baru yang mengubah sistem pembayaran di Indonesia. "QRIS adalah game changer di Indonesia. Dengan QRIS, kita bisa melakukan pembayaran dengan mudah, aman, cepat, dan handal.. Lebih dari itu, QRIS juga menjadi salah satu kunci untuk mendorong inklusi keuangan dan meningkatkan daya saing ekonomi digital Indonesia di kancah internasional,” ujar Elyana.
Sementara itu, Asisten Deputi Ekonomi Digital, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Theodore Sutarto, menyampaikan masih terdapat kendala penggunaan QRIS di Indonesia, seperti konektivitas, akses, atau tingkat kecepatan. Oleh karena itu, Theodore mengharapkan pemerintah terus berusaha meningkatkan penetrasi dan kecepatan internet. Namun, ia menilai implementasi QRIS di Indonesia sudah cukup baik, terutama dengan adanya interkonektivitas negara-negara ASEAN. "QRIS memudahkan kita dalam melakukan e-payment karena negara-negara ASEAN lain juga memiliki pola pikir yang sama. Sekarang ini, dengan interkonektivitas di ASEAN, pergerakan menjadi lebih cepat. Adanya QRIS, membuat Indonesia dikenal dan dianggap cukup. Kita menjadi contoh baik bagi negara-negara lain,” paparnya.
AI di Dunia Fintech dan Masa Depan Dunia Kerja: Dari Startup ke Ekonomi Digital
Kemudian, sesi diskusi panel “Beyond Humans: AI's Next Conquest in Fintech” memberikan wawasan mengenai tren kecerdasan buatan (AI) yang semakin populer, terutama setelah peluncuran Chat GPT dua tahun lalu. Saat ini, 65% perusahaan global sudah menggunakan AI secara reguler. Di industri jasa keuangan, sekitar 90% institusi telah mengintegrasikan fungsi AI ke dalam operasional mereka, dengan angka yang kemungkinan lebih tinggi pada perusahaan fintech. Beberapa manfaat AI di sektor fintech antara lain untuk meningkatkan operasional bisnis, memperbaiki pengalaman pelanggan, memperkuat manajemen risiko, kepatuhan regulasi, hingga pencegahan penipuan.
Namun, masih terdapat beberapa tantangan dalam penerapan AI khususnya di sektor fintech. Di antaranya, menjaga keseimbangan antara inovasi dan privasi data, serta penggunaan AI yang etis dan aman. Selain itu, ada tantangan dalam memanfaatkan AI untuk meningkatkan inklusi keuangan, khususnya untuk komunitas yang kurang terlayani seperti masyarakat pedesaan dan usaha mikro.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Hokky Situngkir menyampaikan, AI dapat mengubah model bisnis tradisional dan memperluas inklusi keuangan. Namun, dengan berbagai tantangan yang ada, penting untuk menerapkan regulasi demi keamanan siber pada ekosistem digital.
“Kemenkominfo sudah memiliki landasan hukum berupa Undang-Undang Dasar, UU ITE, serta aturan baru yang diluncurkan baru-baru ini. Ada tiga fokus utama untuk teknologi AI, yaitu peran manusia tetap krusial terutama terkait dengan aspek keamanan. Lalu, pengembangan teknologi, dan transparansi,” ujar Hokky.
Berbicara mengenai digital talent, AFTECH Annual Members Survey 2024 menemukan kesenjangan keterampilan masih menjadi concern dari pelaku usaha fintech. Hasil survei menunjukkan bahwa 46,6% responden mengidentifikasi data dan analisis merupakan keterampilan yang masih sulit ditemukan pada Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, diikuti oleh 45% yang menyebutkan kesenjangan di sektor keamanan siber, dan 34,4% kesenjangan dari pengetahuan tentang manajemen risiko. Hal tersebut tentu dapat diminimalisir melalui serangkaian kegiatan mengenai pelatihan terhadap sumber daya manusia guna memenuhi kebutuhan digital talent pada industri fintech.
Dalam sesi diskusi panel “Fintech and the Future of Work: From Startup to Digital Economy”, Willem HG Najoan, Operation Director JobStreet Indonesia menyampaikan bahwa kemajuan dan kolaborasi teknologi memberikan banyak dampak positif dalam ketenagakerjaan. Dengan dunia kerja saat ini yang tanpa batas, kita dapat terhubung terhubung dengan wilayah seperti Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Indonesia tidak lagi menjadi tempat bekerja bagi pendatang asing, tetapi juga mengirimkan tenaga kerja lokal ke luar negeri. Digitalisasi membuka semua peluang ini, serta memudahkan peningkatan keterampilan melalui berbagai platform yang tersedia, baik gratis maupun berbayar.
“Saat ini, kita melihat adanya tenaga kerja dari berbagai jenis, seperti white-collar, blue-collar, freelance, serta UMKM. Digitalisasi telah membuka ribuan, bahkan jutaan peluang kerja. Dengan adanya digitalisasi membantu perusahaan dalam memanfaatkan tenaga kerja,” tutur Willem.
The 6th Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) ditutup meriah dengan penampilan Juicy Luicy band sebagai pelengkap keseruan kegiatan selama dua hari. AFTECH tetap mengajak partisipasi aktif masyarakat untuk terlibat dalam rangkaian Bulan Fintech Nasional (BFN) 2024 yang dapat diakses melalui www.bulanfintechnasional.com serta tetap menggaungkan kampanye digital #GueAFIN dan #SiPalingFintech untuk lebih memahami dan memanfaatkan layanan fintech dalam kehidupan sehari-hari.
Mari bersama-sama membangun ekosistem keuangan digital yang inklusif dan berkelanjutan. Daftar dan jadilah bagian dari IFSE 2024 melalui www.bulanfintechnasional.com. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: