Pakar Hukum UNDIP Serukan Pengkajian Ulang Perkara Mardani H Maming Yang Menjadi Korban Makelar Kasus
Pakar Hukum UNDIP Serukan Pengkajian Ulang Perkara Mardani H Maming Yang Menjadi Korban Makelar Kasus. -Foto: Istimewa-
Lanjutnya, majelis hakim pidana diduga khilaf dan keliru karena ketentuan yang dijadikan dasar dituduhkan kepada terpidana yakni pasal 97 ayat 1 undang-undang 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara adalah salah Alamat, karena larangan itu ditujukan hanya untuk pemegang IUP dan IUPK.
Ia pun menegaskan, perizinan tambang itu juga telah melalui kajian di daerah hingga pusat. Bahkan, IUP yang dikeluarkan telah mendapatkan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selama 11 tahun.
Diketahui dari fakta persidangan, proses peralihan IUP ini juga telah mendapatkan rekomendasi dari kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Tanah Bumbu yang menyatakan bahwa proses tersebut sudah sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, ditambah paraf dari Sekda, Kabag Hukum, dan Kadistamben
“Fakta yuridis menunjukkan bukti bahwa Mardani H. Maming selaku Bupati dan sekaligus pejabat tata usaha negara mempunyai kewenangan atributif menerbitkan IUP dan IUPK sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 1 undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara,” ungkapnya..
Prof Yos menjelaskan, dalam kasus yang menjerat Mantan Ketum BPP HIPMI yang saat itu menjabat sebagai Bupati merupakan orang yang memberikan bukan yang memegang izin.
Dengan demikian Prof Yos Johan berpendapat agar putusan hakim tersebut dapat dikaji ulang, sebab Mardani H Maming diketahui sebagai pihak yang mengeluarkan izin seharusnya tidak bisa dijerat dengan pidana sebagaimana yang diatur dalam UU tersebut.
Pendapat Prof Yos juga sesuai dengan, hasil kajian atau anotasi Fakultas Hukum Undip Semarang, Rabu (30/10/2024).
Akademisi yang ikut mengkaji adalah Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum, yang melakukan pengkajian dari sisi Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum, mengkaji dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara serta pidana.
Sementara itu, akademisi Prof Dr. Yunanto, S.H., M.Hum, memfokuskan kajiannya pada hukum perdata, dan Dr. Eri Agus Priyono, S.H., M.Si, juga melakukan pengkajian dari sisi hukum perdata.
Anotasi ini menegaskan bahwa majelis hakim diduga keliru dalam menilai dan mengkonstruksikan transaksi keperdataan yang melibatkan sejumlah perusahaan, seperti PT Prolindo Cipta Nusantara, dan PT Angsana Terminal Utama, sebagai tindakan kamuflase suap.
“Analisis dan kajian anotasi ini mengacu pada fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam putusan terhadap Mardani H. Maming selama ini,” jelas Prof. Dr. Retno Saraswati yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Undip.
Retno menambahkan tim pengkaji anotasi ini menilai bahwa keputusan majelis hakim terhadap Mardani terkesan terburu-buru dan tidak berlandaskan fakta yang akurat.
“Menurut analisis tim anotasi, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan kejanggalan dalam transaksi-transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut,” ujar Retno Saraswati.
Kajian yang dilakukan oleh guru besar hukum Undip ini menghadirkan persepsi baru di Tengah gonjang ganjing Hukum di Indonesia.
Terungkapnya kasus Zarof, memperkuat adanya makelar kasus yang bukan hanya bertujuan untuk membebaskan, tetapi sebaliknya dapat pula bertujuan memidana terdakwa yang sejatinya tidak bersalah sebagaimana dalam perkara Mardani H Maming, sehingga patut Hakim Agung mengoreksi putusan dalam Peninjauan Kembali.( * )
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: