Ada 400 Proyek Transisi Energi di RI, 36 Tahun Lagi Bye-bye Energi Fosil
Ilustrasi operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Indonesia-Foto: Dok PLN-
Diakui bahwa impor listrik dari negara tetangga merupakan langkah strategis bagi Singapura dalam upaya dekarbonisasi dan mencapai target netralitas karbon pada tahun 2050. Untuk mendukung transisi energi ini, Singapura telah menetapkan target peningkatan impor listrik dari 4 GW menjadi 6 GW pada 2035.
Selain itu, kerja sama perdagangan listrik antara Indonesia dan Singapura disebut akan membawa keuntungan bagi kedua negara. Selain memasok listrik ke Singapura, proyek ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan industri energi terbarukan di Indonesia, seperti produksi baterai dan panel surya.
“Pendapatan dari ekspor listrik dapat digunakan untuk mempercepat proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia guna mempercepat dekarbonisasi Indonesia,” ucap Tan.
CEO Energy Market Authority (EMA) Singapura Puah Kok Keong menyatakan bahwa agar dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan, Singapura perlu berkolaborasi dengan negara-negara tetangga untuk mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan berskala besar, kemudian mengimpor listrik yang dihasilkan ke Singapura.
Kerja sama dengan negara lain dianggap menjadi solusi yang tepat dalam mencapai target emisi nol. Pasalnya, Singapura memiliki kondisi geografis yang tidak mendukung pengembangan energi surya, hidro, dan angin skala besar, sehingga akan sangat mengandalkan impor listrik dari negara tetangga.
Sementara itu, Luhut meyakini bahwa kemitraan Indonesia dan Singapura ini akan sangat menguntungkan bagi kedua negara. Bagi Singapura, mereka akan mendapatkan pasokan listrik bersih yang stabil dari Indonesia melalui panel surya dan baterai yang diproduksi di Indonesia.
Sebaliknya bagi Indonesia, ini akan membuat posisi Indonesia semakin kuat di pasar energi global dengan memanfaatkan potensi sumber daya alamnya, terutama silika yang melimpah untuk mengembangkan industri panel surya dalam negeri.
Keberhasilan transisi energi membutuhkan kolaborasi yang kuat antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat sipil, serta antara negara maju dan berkembang. Kemauan kolektif dan kepemimpinan kolaboratif menjadi kunci dalam mencapai emisi nol bersih yang telah disepakati dalam Perjanjian Paris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: