Spin Off Bank Jambi Pasca UU PPSK

Spin Off Bank Jambi Pasca UU PPSK

Dirut Bank Jambi Dr. H. Yunsak El Halcon, S.H.,M.Si yang akrab disapa Bang El--

Dengan demikian, proses pemisahan harus dilakukan dengan perhitungan yang hati-hati dan hati-hati untuk menjaga kinerja.

Atas dasar ini, perlu untuk melakukan penelitian yang melacak efisiensi perbankan syariah sebelum dan sesudah spin-off. Apakah pemisahan menyebabkan bank mengalami turbulensi keuangan yang berdampak pada tingkat efisiensi yang rendah? 

Lalu bagaimana dengan Bank Jambi Syariah ? Tentu saja Bank Jambi selalu memberi dukungan terhadap ekosistem keuangan syariah atau islamic financial di Provinsi Jambi.

Selama ini Kinerja syariah Bank Jambi menunjukkan tren positif baik termasuk dari sisi pembiayaan. Dalam artian Kinerja syariah Bank Jambi terus tumbuh dengan baik, bahkan melampaui target.

Namun walau bagaimanapun Bank Jambi harus menentukan sikap, sebagai Bank yang mempunyai unit usaha syariah 2023 harus menentukan sikap, mau spin off atau tidak, agar unit syariah terus eksis.

Penilaian kesiapan UUS bisa dilihat melalui indikator total aset, modal inti, dan tingkat kesehatan bank yang dipantau per 2019, 2020, 2021 dan 2022.

Tentu akan memberatkan BUK ketika harus menyetor modal kepada UUS yang di-spin-off pada masa recovery pasca pandemi. Walaupun batas minimal modal BUS sebesar Rp500 milyar, namun untuk bisa bersaing dalam industri perbankan, BUK paling tidak harus menyetorkan modal kepada BUS baru minimal Rp1 triliun.

Kewajiban spin-off memiliki beberapa tantangan, antara lain kebijakan mewajibkan spin-off juga akan menghasilkan banyak BUS dengan aset dan modal yang kecil, sehingga kontraproduktif dengan tren penguatan industri perbankan melalui skema konsolidasi dan peningkatan modal inti menjadi minimum Rp3 triliun pada tahun 2022.

Bank Jambi perlu menyiapkan beberapa hal. Pertama, memiliki modal inti minimal Rp1 Triliun. Jika ingin bersaing lebih baik, maka sebaiknya Bank Umum Syariah (BUS) memiliki modal inti minimal Rp3 Triliun. Hal itu sesuai usulan modal minimal Rp3 triliun pada 2022 oleh OJK.

Kedua, memiliki total aset yang cukup. Indikator total aset yang cukup dikembalikan kepada masing-masing bank, salah satunya bisa menggunakan indikator proporsi aset terhadap bank induk.

Ketiga, memiliki tren tingkat kesehatan bank dengan predikat sangat sehat. Keempat, memiliki infrastruktur yang mendukung akselerasi bisnis BUS, termasuk kesiapan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).

Kelima, memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan induknya sehingga dapat melakukan sinergi (leveraging) dalam berbagai lini, kecuali dalam hal struktur manajemen dan permodalan.

Selain itu UUS Bank Jambi perlu melakukan beberapa persiapan untuk itu. Pertama dari segi SDM yang harus disiapkan. Kedua, dari segi infrastruktur seperti digital banking.

Meski demikian, sekali lagi saya menilai, spin-off Bank sebaiknya diserahkan ke keputusan bisnis masing-masing bank, jangan berdasarkan tenggang waktu, tapi berdasarkan keputusan bisnis. (*)

*) Pengamat Perbankan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: