Spin Off Bank Jambi Pasca UU PPSK

Spin Off Bank Jambi Pasca UU PPSK

Dirut Bank Jambi Dr. H. Yunsak El Halcon, S.H.,M.Si yang akrab disapa Bang El--

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi *

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Pasca kewajiban Unit Usaha Syariah atau UUS untuk melakukan spin off tidak lagi dicantumkan dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Bank Jambi harus mempertimbangan beberapa hal untuk spin off unit usaha syariah (UUS). Upaya yang dilakukan Perseroan dalam mematuhi Undang-Undang Perbankan Syariah terkait Unit Usaha Syariah (UUS).

Terkait hal ini berbagai kalangan menilai pemisahan UUS belum memungkinkan jika direalisasikan tahun 2023 ini. Lantaran, Bank Jambi perlu mengikuti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terbaru.

Sebagaimana diketahui, OJK akan mengeluarkan POJK sebagai teknis dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU P2SK). UU PPSK memberikan mandat kepada OJK untuk merumuskan aturan terkait syarat terkait spin off. OJK dalam beleid tersebut juga dimungkinkan untuk melakukan pemisahan UUS menjadi bank umum syariah (BUS) dalam rangka konsolidasi.

Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meninjau kembali kebijakan spin off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS) dari induknya yang berupa bank konvensional untuk melihat apakah spin off itu memang perlu dilakukan dalam waktu yang cepat atau kemudian. 

Perumusan kembali kebijakan terkait bank syariah ini merupakan upaya OJK agar bank syariah dapat menjadi alternatif sistem keuangan yang dapat dipilih masyarakat ke depannya, sehingga perkembangan industri bank syariah menjadi lebih cepat.

Pasalnya, saat ini porsi aset bank syariah hanya sekitar 5-6 persen dari total aset seluruh perbankan nasional sehingga OJK menilai industri ini perlu didorong perkembangannya. Prosentase ini dinilai belum mencukupi, perlu upaya-upaya akselerasi untuk bagaimana bank syariah itu bisa berkembang dengan cara baik.

Namun sebenarnya Unit Usaha Syariah (UUS) tidak perlu khawatir melakukan spin off atau melakukan pemisahan dari induknya dan menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Karena, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan sejumlah Peraturan OJK (POJK).

Sebelumnya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menetapkan bahwa UUS yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional harus melakukan spin-off selambat-lambatnya 15 tahun setelah penerbitan undang-undang. Dengan kata lain, UUS harus terpisah dari induk Bank Umum konvensional (BU) sebelum tahun 2023 berakhir. 

Kewajiban ini juga berlaku untuk UUS yang sudah memiliki nilai aset 50% dari total nilai bank induknya. Jika kewajiban ini tidak diterapkan, maka pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini, dapat mencabut izin usaha SBU (PBI nomor 11/10 / PBI / 2009 pasal 43 (1)).

Namun, UUS juga dapat dipisahkan dari BU sebelum pemenuhan kedua kondisi ini. Pemisahan UUS dari bank induknya (BU) adalah langkah strategis untuk menangkap peluang pasar atau kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan syariah. 

Selain untuk meningkatkan tingkat kepatuhan terhadap syariah. Mengingat jika UUS yang diubah menjadi Bank Umum Syariah (BUS) memiliki badan hukum sendiri yang terpisah dari induknya (anak perusahaan). Dengan demikian, transformasi UUS menjadi BUS harus terus dilakukan.

Bank umum harus memulai langkah pemisahan dari Bank Umum konvensional. Salah satu perhatian adalah prinsip kehati-hatian adalah terwujudnya manajemen perbankan yang efisien. Peningkatan efisiensi juga menjadi visi cetak biru perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, “sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien untuk menciptakan sistem keuangan yang stabil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Berdasarkan statistik perbankan syariah tingkat tarif NPF dan BOPO BUS cenderung lebih tinggi daripada UUS. Biaya operasional UUS lebih rendah daripada BUS. Ini adalah kewajaran, mengingat SBU menerima bantuan operasional dari orang tuanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: