Tumbuhan Bodhi Pada Suku Anak Dalam Dan Sudut Pandang Pada Bidang Farmasi
Tumbuhan Bodhi--
Oleh : apt. Santi Perawati, M.Farm, apt. Ruri Mariska, M.Pharm, S.Ci dan Rian Saputra Program Studi Farmasi STIKES Harapan Ibu Jambi
JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Suku Anak Dalam (SAD) merupakan bagian suku primitif yang hidup di pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Jambi.
Suku Anak Dalam sangat baik memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Terdapat beberapa tumbuhan, hewan, dan mineral yang sering digunakan suku anak dalam untuk menangani beberapa penyakit salah satunya ialah tanaman bodhi.(Siregar et al., 2020).
Tumbuhan bodhi atau kareumbi (Homalanthus populneus (Geiseler) Pax) merupakan tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat terutama masyarakat suku anak dalam ( SAD ) sebagai tanaman obat untuk mengatasi beberapa penyakit. Salah satunya ialah daun tanaman bodhi sebagai obat untuk mengatasi diare (Gustina, 2014). Diare dapat disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan parasit.
“Salah satunya ialah bakteri E coli merupakan jenis kuman paling banyak yang di isolasi dari pasien diare (Mufti et al., 2017). Tumbuhan bodhi merupakan kelompok tumbuhan Euphorbiaceae yang mengandung senyawa flavanoid (Rambe, 2018) yang berfungsi sebagai penghambat sintesis DNA dan metabolisme energi dari bakteri (Mufti et al., 2017). Flavanoid merupakan senyawa golongan fenol yang tersebar di alam dan memiliki sifat sebagai penangkal radikal bebas (Ipandi et al., 2016),” kata Rian Saputra mahasiswa Prodi Ilmu Farmasi STIKES Harapan Ibu Jambi.
Dikatakannya, tumbuhan kerumbi tingginya bisa mencapai 12 m dengan diameter 12 cm setinggi dada, pucuk daun sekitar 14 mm, bewarna merah, urat daun sederhana, menyirip atau tiga, bagian bawah bewarna agak keputihan, mempunyai bunga sekitar 1,5 mm bewarna kekuningan, buah sekitar 5 mm bewarna hijau. Tumbuhan kerumbi atau tumbuhan bodhi biasanya tumbuh dan mudah di dapat pada daerah seperti semak belukar, pinggiran jalan, tepi hutan hujan tropis, lereng curam, tepi sungai, dan tempat tempat bebatuan (Rahmawati & Wahyuningsih, 2020).
“Manfaat tumbuhan ini dapat dipercaya oleh masyarakat lokal sebagai obat melawan roh jahat, daun sebagai obat diare sedangkan buahnya digunakan sebagai obat luka (Rambe, 2018) Pada umumnya suku anak dalam mengkomsumsi daun bodhi dengan cara daun bodhi di rebus di dalam air mendidih dan air hasil rebusan dapat langsung diminum,” jelasnya.
Maka perlu dilakukan uji praklinik dan klinik terhadap tumbuhan daun bodhi, dimana pengujian preklinik adalah Merupakan prasyarat uji untuk calon obat. Uji ini memberikan informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetika, dan toksisitas calon obat. Pada mulanya, uji yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi (in vitro). Selanjutnya, dipandang perlu menguji pada hewan coba utuh ( in vivo).
“ Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmor, hamster, dan anjing. Beberapa uji menggunakan primate,” terangnya.
Merupakan pengujian pada calon fitofarmaka untuk mengetahui atau memastikan adanya khasiat farmakologik, tolerabilitas, dan keamanan, serta uji klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, atau pengobatan gejala penyakit. Dasar untuk melakukan uji klinik adalah adanya pengalaman empiris dan data farmakologik pada pengujian terhadap hewan yang menunjukkan fitofarmaka tersebut mempunyai aktivitas farmakologik yang relevan.
“Persyaratan uji klinik fitofarmaka dapat dilakukan pada manusia apabila sudah terbukti aman berdasarkan penelitian toksikologi dan aman untuk manusia. Setelah di dapat hasil uji prakilinik dan uji klinik ada baiknya untuk di lanjutkan ke tahap pembuatan sediaan farmasi sehingga pasien dapat mengkomsumsi dengan baik, sediaan farmasi yang dapat dibuat dari tumbuhan bodhi yaitu sediaan oral contoh sediaan oral ialah tablet, kapsul, sirup dan lain-lain,” tandasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: