>

Anak Usia 12 Tahun Hamil 8 Bulan Diusir dari Desa dan Dikeluarkan Sekolah padahal Ia Korban Kekerasan Seksual

Anak Usia 12 Tahun Hamil 8 Bulan Diusir dari Desa dan Dikeluarkan Sekolah padahal Ia Korban Kekerasan Seksual

Menteri PPPA Bintang Puspayoga saat mengunjungi Bunga (bukan nama sebenarnya), anak perempuan berusia 12 tahun yang tengah hamil 8 bulan diduga akibat kekerasan seksual di Kota Binjai (6/1). Foto : Dok KemenPPPA--

BINJAI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Seorang anak perempuan usia 12 tahun, korban kekerasan seksual di Sumatera Utara, mengalami luka berlipat-lipat setelah apa yang ia alami. 

 

Tak hanya mengalami kekerasan seksual, Bunga, bukan nama sebenarnya, juga harus mengalami masa sulit karena hamil di tengah usianya yang masih anak-anak, mendapat perlakuan yang tidak baik dari warga desa dan juga kehilangan kesempatan untuk belajar dan bermain dengan kawan-kawannya karena dikeluarkan dari sekolah.

 

Bunga diduga menjadi korban kekerasan seksual di Kabupaten Langkat. Adapun kasus yang dialami Bunga pertama kali diunggah oleh HZ melalui akun media sosialnya @mommychutela dengan tujuan awal untuk memberi edukasi terhadap pengikutnya.

 

HZ mengatakan, korban merupakan seorang anak perempuan yang polos dan gemar bermain layaknya anak-anak lainnya sebelum mengalami kekerasan seksual. Ketika akhirnya hamil Bunga kemudian diusir dari desa tempat tinggalnya di Kabupaten Langkat dan dikeluarkan dari sekolah. 

 

HZ pula yang akhirnya bersedia mengasuh Bunga untuk sementara waktu di rumahnya di Kota Binjai hingga kondisi Bunga membaik dan bisa kembali ke orangtuanya. HZ merupakan pemilik kebun karet tempat orang tua Bunga bekerja. 

 

Video Yang diunggah HZ kemudian viral dan sampai juga ke Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga. 

 

Menteri PPPA kemudian menelusuri keberadaan Bunga dan HZ melalui petugas Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Binjai lalu akhirnya menemukan alamat HZ dan bertemu dengan Bunga. 

 

Saat kunjungannya ke Kota Binjai, Menteri PPPA meminta keterangan dari orang tua dan HZ dan suami yang saat ini merawat korban. 

 

Menteri PPPA juga mendorong Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan terbaik bagi korban sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

 

"Menindaklanjuti kunjungan ini, minggu depan akan dilaksanakan Rapat Koordinasi lintas pihak, baik dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kota Binjai, Pemerintah Kabupaten Langkat, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk menentukan siapa berbuat apa sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing,” ujar Menteri PPPA di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Kota Binjai, Jumat (6/1) seperti dikutip dari siaran pers Kementerian PPPA. 

 

Lanjutnya, Pemerintah Pusat tidak bisa bergerak sendirian untuk menangani kasus ini. Penyelesaian kasus kekerasan seksual, terutama korbannya masih berusia anak membutuhkan sinergi lintas pihak untuk memastikan korban mendapatkan hak-hak dasarnya, termasuk hak atas perlindungan.

 

Berdasarkan kesepakatan bersama, beberapa waktu kedepan korban masih akan tinggal bersama pasangan suami-istri yang saat ini membantu merawatnya di Kota Binjai. 

 

Hal ini dilakukan sebagai upaya memberikan pendampingan terbaik bagi korban. "Dikarenakan korban masih berusia anak, sehingga ia belum memahami secara optimal bagaimana cara mengasuh dirinya sendiri dan apa yang harus dilakukan dalam proses kehamilannya. Harus kita pikirkan bersama pula, siapa yang akan mengasuh bayi yang tengah dikandung korban karena sejatinya anak harus diasuh, bukan mengasuh," tutur Menteri PPPA.

 

Menteri PPPA juga mendorong pihak Pemda memastikan memenuhi hak atas pendidikan korban. Pasalnya, tidak hanya diusir oleh warga desa tempat ia tinggal di Kabupaten Langkat, korban pun dikeluarkan dari sekolah setelah diketahui hamil.

 

"Setelah proses pemulihan, korban akan kembali ke orang tuanya dan melanjutkan pendidikannya. Bagaimanapun, anak merupakan generasi penerus kita. Oleh karena itu, wajib belajar 12 tahun harus mereka jalani," ujar Menteri PPPA.

 

Pelaku Belum Dilaporkan ke Polisi

Adapun pelaku diduga menyetubuhi korban hingga hamil belum dilaporkan ke polisi. Saat kunjungannya menemui Bunga, Menteri PPPA meminta pihak kepolisian setempat untuk melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut dengan cepat dan tuntas. 

 

"Meskipun kasus ini belum dilaporkan secara langsung oleh korban maupun keluarga, tetapi beritanya sudah menyebar dan harus segera ditindaklanjuti karena kewajiban Negara untuk memastikan anak-anak Indonesia terlindungi dari segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Kami meminta kepada pihak kepolisian agar pelaku ditindak secara tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan tanpa memandang status kekerabatan pelaku dengan korban," ungkap Menteri PPPA.

 

Apabila telah memenuhi unsur Pasal 76D Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014, maka terancam sanksi pidana sesuai Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2016. 

 

“Selain itu, pelaku dapat diproses dengan menggunakan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” lanjut Menteri PPPA. 

 

KemenPPPA juga mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS.

 

Beberapa lembaga yang bisa digunakan masyarakat seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian. Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: