Bagian 12: “Sewajarnya Aja Seharusnya”

Bagian 12: “Sewajarnya Aja Seharusnya”

Ari Hardianah Harahap--

“Hidup yang lama, buat kisah yang bahagia, biar waktunya nggak sia – sia”

-Tata to Bian-

>>>***<<<

Tidak ada yang berubah dari Abian dan Tata dalam menjalin hubungan mereka, kedunya tidak seperti pasangan yang lain sering bertukar kabar lewat ponsel, Abian yang dasarnya memang sibuk dan Tata yang juga tidak mempermasalhkannya. Lagipula, saat mereka sama – sama punya waktu kedunya pasti akan menghabiskan waktu seperti malam ini, sekedar jalan bersama di sekitar taman sembari bertukar cerita atau mengadakan agenda lain yang bisa dilakukan berdua. Malam ini Tata dan Abian memilih menghabiskan waktu mereka menoton teater drama musical dengan judul Kapal Van der Wijck tersebut.

Drama yang diperankan oleh karakter bernama Hayati dan Jainuddin tersebut menguras emosi Tata habis – habisan, sakitnya kisah cinta mereka turut menyayat hati Tata. Membuatnya turut menangis sesegukan, terutama saat kepergian Hayati. Tata kasihan pada Hayati, namun melihat bagiamana perempuan itu juga salah, Tata juga tak bisa membela. Kedua belah pihak itu saling mencita sayangnya kisah mereka berakhir tragis untuk tidak pernah bersama hingga akhir hayat.

“Gitu doang, udah, janga nangis lagi!” Abain itu paling tidak suka jika Tata menangis, sebab ia turut bersedih. Tak berdaya jika air mata pujaan hatinya itu terbuang sia – sia, Abian ingin air mata Tata itu turun sebab haru bahagia karenanya, bukan yang lain.

Abian mengambil tisu, membersihkan wajah Tata yang terlihat sangat kacau, “Sesedih itu ya?” Tanya Abian lagi, Tata terkekeh memukul dada Abian, “Dasar nggak berperasaan, bisa – bisanya kamu ngga nangis nonton itu, padahal aktris sama aktornya udah menghayati banget.” Kesal Tata yang dibalas senyum kecil oleh Abian. Ia memeluk Tata gemas.

“Cewe aku gemes banget…” Abian ingin menggigit Tata saat ini juga kalo bisa. Namun, mengingat Tata ini juga bagian dari harimau betina, Abian cukup sadar diri untuk tidak memancing Tata mengamuk tiba – tiba. Abian tertawa kecil atas pikiran absrudnya pada Tata.

“Kalo aku jadi hayati kamu bakal gimana?” Tanya Tata, Abian mengerutkan dahinya bingung, “Kamu mau aku jadi cowo miskin kaya Jainuddin itu.” Tanya Abian kembali. Tata menepuk pundak Abian kesal, “Dia kaya ya diakhir film.” Kesal Tata, Abian mengangkat kedua bahunya acuh.

“Misal nih, kalo aku di posisi hayati dan milih nikah sama yang lain dibanding kamu. Gimana?” Tanya Tata, Abian menyentil dahi Tata.

“Ya, gampang. Jangan dibayanginlah!”  balas Abian, yang dihadiahi Tata dengan banyak pukulan di tubuhnya.

“Susah ngomong sama kamu emang! Nggak ada romantic – romantisnya!” Kesal Tata. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu Abian, “kamu tau kalo aku di posisi hayati, aku bakal buat doa aku berubah dibanding doa aku yang biasanya.” Ujar Tata.

“Emang doa kamu yang biasanya gimana?” Tanya Abian, Tata menatap Abian dalam, “Diberi umur panjang, biar bisa temani Abian yang lama…” Tata menarik nafas sesaat menangkup wajah kekasihnya itu, “Jadi hidup yang lama ya Abian…” Pinta Tata yang dibalas Abian dengan anggukan kecil dan senyum menenangkan.

Doanya saling melengkapi, kala Tata berdoa agar ia diberi umur yang panjang untuk menemani Abian. Abian sendiri berdoa agar ia diberi kehidupan yang lama agar mampu menjaga Tata untuk terus berada di sisinya. Abian dan Tata ini satu, hidupnya Tata itu jika Abian hidup, seperti Abian, hidupnya itu jika Tata hidup. Jadi seandainya perpisahan itu harus ada, pilihannya, berdua selamanya atau tiada bersama. (Bersambung)

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: