2030 Indonesia Perketat Aturan Plastik Sekali Pakai

2030 Indonesia Perketat Aturan Plastik Sekali Pakai

Sampah di sungai-dok-ist--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Indonesia negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, masih harus melalui jalan berliku sebelum dapat memastikan penanganan limbah plastik di negara kepulauan tersebut dapat berjalan dengan baik. Ada beberapa peraturan telah dikeluarkan, dan kampanye yang menggabungkan konsep ekonomi sirkular telah mulai berdampak di level akar rumput. 

Namun, dalam banyak hal, termasuk untuk edukasi ke publik, pemberian insentif dan disinsentif dari pemerintah kepada pelaku bisnis yang telah ekonomi sirkular, hingga peran pemerintah daerah untuk turut berkontribusi terhadap penanganan limbah plastik secara optimal, masih merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat.

Hal ini disadari oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari regulator, pelaku bisnis, hingga para pegiat lingkungan.

Pemerintah Republik Indonesia sebenarnya telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen, yang meminta pemerintah daerah untuk menerapkan aturan plastik sekali pakai di daerahnya. 

Sejak beleid itu diterbitkan, hingga Juni 2022, berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), baru ada dua pemerintah provinsi, 38 pemerintah kabupaten dan 37 pemerintah kota yang mengeluarkan kebijakan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. 

"Berdasarkan hasil evaluasi KLHK terdapat 26 pemerintah daerah yang mengimplementasikan kebijakan itu dengan baik. Ke 26 pemda yang sudah mengimplementasikan mandat Permen LHK No.75/2019 tersebut tersebar di wilayah Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, dengan dominasi Jawa. 

Vivien menambahkan Pemerintah Pusat akan memberi dana insentif daerah, atau biasa disingkat DID, untuk daerah yang telah mengimplementasikan aturan tersebut dengan baik. 

Sementara itu, masih ada 51 daerah lainnya yang belum mengindahkan Permen LHK Nomor 75 tersebut dan Vivien mengatakan pihaknya terus mendorong pemda tersebut agar dapat menjalankan aturannya dengan baik dan konsisten. 

Sementara itu, berbagai macam gerakan untuk memberi edukasi publik terkait bahaya plastik sekali pakai terhadap kesehatan maupun lingkungan, makin gencar dilakukan oleh pegiat lingkungan dan para LSM peduli lingkungan. 

Selain itu, bahkan ada hasil studi yang menunjukkan ternyata mulai ada banyak toko curah/isi ulang sebagai social entrepreneurship, yang justru memiliki motivasi lingkungan dan sosial yang lebih kuat dibandingkan motivasi ekonomi. Hal ini disarankan untuk diapresiasi oleh pemerintah, dibina, dan dikampanyekan kepada masyarakat luas, sebagai salah satu alternatif yang mendukung tegaknya Permen LHK no. 75/2019.

Kemasan saset berbahaya untuk kesehatan dan lingkungan, akan dilarang di 2030

Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif menyuarakan penghentian penggunaan sachet adalah Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Baru-baru ini, LSM ini menggiatkan kampanye penghentian penggunaan sachet karena sampahnya tidak dapat didaur ulang secara aman dan berkelanjutan dan telah karena kemasan jenis ini banyak ditemukan mencemari lingkungan, baik di darat maupun di laut.

 "Melalui kampanye Stop Sachet ini kami mengubah narasi daur ulang sachet menjadi narasi guna ulang dan isi ulang secara signifikan dan mendorong kepatuhan terhadap kebijakan nasional mengenai konsumsi dan konsumsi plastik oleh produsen," ujar Co-Coordinator AZWI Rahyang Nusantara, dalam keterangan resminya, Senin, 18 Juli 2022.

Kemasan sachet sering disebut plastik multilayer, yang merupakan jenis kemasan untuk berbagai jenis produk; makanan dan minuman, perawatan pribadi dan perawatan rumah tangga dengan ukuran kurang dari 50 mL atau 50 gr untuk kemudahan konsumen. 

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga sebenarnya sudah mewajibkan produsen untuk bertanggung jawab dalam mengurangi timbulan sampah terutama dari produk pasca konsumennya. Hal ini diperkuat dengan Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen di Permen LHK No 75/2019.

Daru Setyorini, Manager Program Ecoton (Ecological Observation and Wetland Conservation), sebuah LSM yang aktif mengajak masyarakat mencintai sungai melalui kampanye tolak plastik, menjelaskan sejumlah fakta yang ditemukan dalam Ekspedisi Sungai Nusantara yang digelar sejak awal tahun 2022.

"Tim ekspedisi menemukan Sungai Ciliwung yang kini dibanjiri sampah sachet. Sampah ini diproduksi perusahaan domestik dan global. Sebagaimana diketahui bersama, sachet adalah sampah kemasan plastik fleksibel berukuran kecil yang tidak bisa didaur ulang. Kemasan sachet ini mudah tersebar dan tersangkut di dahan dan akar pohon tepi sungai, melepaskan jutaan partikel mikroplastik yang mengandung bahan kimia ftalat dan EVOH yang beracun, mengganggu sistem hormon dan pemicu kanker," jelas Daru.

Senada dengan Daru, Yuyun Ismawati, Co-Founder Nexus3 Foundation, LSM yang peduli terhadap kesehatan lingkungan, terutama terkait dampak pembangunan lingkup bahan kimia dan limbah, bahan berbahaya, menjelaskan bahwa kemasan sekali pakai berbahan plastik berpotensi memindahkan senyawa kimia berbahaya, seperti PFAS, ke makanan. 

Untuk membuat kemasan tahan cuaca, juga digunakan senyawa-senyawa seperti UV-328, yang merupakan bahan kimia berbahaya penstabil ultra-violet (UV) aditif plastik. 

 "Penggunaan senyawa-senyawa berbahaya dalam kemasan sachet ini bukan hanya berbahaya terhadap kesehatan konsumen tetapi juga terakumulasi di lingkungan. Kimia-kimia ini juga akan menyebabkan ekonomi sirkular yang toksik," jelas Yuyun.

Sementara itu, PFAS sendiri, seperti dijelaskan dalam situs Institut Teknologi Bandung, merupakan singkatan dari per- and polyfluoroalkyl substances, yang merupakan sebuah substansi kimia oleophobic (anti minyak) dan hydrophobic (anti air). Karena sifatnya tersebut, substansi ini banyak digunakan dalam industri elektronik, otomotif, hingga kesehatan, misalnya pada teflon.

Dalam sebuah acara gelar wicara dibuka oleh Dosen Magister Teknik Air Tanah ITB Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T. Gelar, yang dihadiri oleh alumnus Magister Teknik Air Tanah ITB Anggita Agustin, pada Agustus tahun lalu, disebutkan jika memasuki tubuh manusia dan hewan, PFAS dapat menimbulkan beberapa gejala efek samping, di antaranya gangguan hormon tiroid dan kanker. 

Koordinator Program Break Free From Plastic Asia Pasifik, Miko Aliño menyebutkan beberapa daerah di Indonesia dan Asia pada umumnya memiliki kapasitas terbatas untuk menangani limbah sachet plastik dengan aman dan seringkali memaksa pemerintah daerah untuk memilih opsi penanganan yang sangat berpolusi seperti teknologi insinerasi, atau dibakar.

Ironisnya, penanganan dari pemda dan para produsen, terkesan mencari jalan pintas, atau hanya menghasilkan solusi semu yang tidak menyelesaikan masalah. "Kami meminta perusahaan untuk berhenti memproduksi dan membakar sachet dan sebaliknya berinvestasi secara signifikan dalam sistem penggunaan kembali dan isi ulang," kata Miko dalam keterangan resmi gabungan dengan AZWI.

Ujang Solihin Sidik, Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, dalam sebuah acara webinar 10 Oktober 2022 lalu mengatakan, bahwa berdasarkan Peta Jalan Pengurangan Sampah KLHK 2020-2029, memang ada sejumlah item plastik ukuran kecil yang sudah tidak boleh lagi diproduksi pada 2029. 

Produk plastik yang secara bertahap harus sudah dihentikan produksinya antara lain kemasan sachet kecil, sedotan plastik di restoran, café dan hotel. 

Merujuk Permen LHK no. 75/2019 kemasan plastik yang akan dilarang pemerintah adalah saset untuk produk makanan dan minuman, perawatan tubuh, dan pembersih rumah berukuran kurang dari 50 mL per Januari 2030.

Jika hal ini berhasil dilakukan, maka Indonesia dapat turut berkontribusi mengurangi pada peningkatan konsumsi plastik saset di kawasan Asia Tenggara. Greenpeace dalam laporannya pada 2018 memperkirakan 855 miliar sachet terjual secara global, yang hampir 50 persen dari volume penjualan tersebut berada di kawasan Asia Tenggara.

Jika dihitung dengan laju pertumbuhan yang sama, maka pada 2027, total konsumsi plastik sachet secara global dapat mencapai 1,3 triliun. (fin)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: