Bagian 3: “Rasanya Indah, Kisahnya Sempurna, dan Hatinya Luka”

Bagian 3: “Rasanya Indah, Kisahnya Sempurna, dan Hatinya Luka”

Ari Hardianah Harahap--

“Definisi manusia yang nggak bersyukur itu kayak lo nih, lo bayangin berapa banyak orang yang pengen liburan ke bali, dan lo yang lahir dan besar disana malah nggak suka?!” Misuh Arisa. Bagi Arisa, Bali itu indah, jika bisa, Arisa ingin menghabiskan masa tuanya tinggal di tepi Pantai Kuta dengan sebuah unit apartemn sederhana. Paginya ia akan menghabiskan harinya menikmati laut, bercengkrama dengan banyaknya orang asing, dan malamnya ia akan menghabiskan waktunya menyapa langit, menikmati semilir angin dan riuhnya suara ombak. Atau bisa jadi, Arisa akan menjadi wanita tua yang sangat sentimental juga temperamen, mengeluh tiap malamnya karena ia sulit tidur sebab suara musik club yang ada di daerah tempat tinggalnya.

Sundra tertawa pelan, “Iri ya lo nggak bisa kebali?” Goda Sundra yang dibalas dengusan malas oleh Arisa.

“Kalo sama lo sih ogah!” Balas Arisa, Sundra makin terkekeh. “Kalo bisa kesana mau kemana?” Tanya Sundra lagi. Arisa tampak berpikir sesaat.

“Seminyak,” Jawabnya Arisa tersenyum lebar, membayangkan akan seasyik apa destinasi wisatanya nanti jika ia berkesempatan singgah disana.

“Kenapa?” Sundra selalu suka mendengar cerita dari mulut Arisa, ekspresi yang perempuan itu tunjukkan selalu beragamnya, suaranya selalu menjadi musik yang candu untuk selalu Sundra dengarkan. Bagi Sundra, Arisa itu layaknya orchestra lama, unik juga otentik. Arisa tidak perlu susah payah untuk terlihat istemewa, sedeharnya ia saja selalu menarik. Tidak heran jika Sundra bisa semudah itu untuk menaruh seluruh hatinya pada Arisa.

“Pengen liat American Express punya bule. Datang ke bar, spending my time acting coquettish, nyicip Tequila, dan menggila di dance floor semau gue. ah…menurut lo bikini di pantai gimana? Supaya dunia tahu kalo Arisa Dewanta itu is hot and sexy girl.” 

Sundra melotot kaget, rahangnya hampir jatuh mendengar rencana perempuan itu, Arisa tertawa terbahak melihat respon Sundra, “Lo serius?” Tanya Sundra dengan tatapan tidak percaya.

“To be honest yes, lima puluh persennya gue pengen. Tapi kalo ditanya, gue cuma pengen jadi sebebas – bebasnya diri gua, jogja itu indah, tapi lo pernah ngerasa nggak sih kalo kota ini juga memberi sugesti yang berat buat lo, kayak lo nggak sebebas itu menjadi diri lo disini, selalu ada hal yang ngebuat lo untuk bertahan dengan kewarasan lo supaya jogja tetap jadi kota yang indah, walaupun gue yakin setiap kota Indonesia itu selalu punya sisi gelapnya sendiri.” Mata Arisa menerawang jauh, menatap bulir hujan yang mulai mereda.

“Bali itu kayak special place banget, pantainya, kehidupannya, budayanya, bahkan orang – orang yang hidup disana. Bali itu kalo diibaratin manusia kayak manusia yang blak – blakan banget, saat ia punya sisi terang yang ngebuat manusia lainnya kagum, ia juga nggak segan buat nunjukin sisi gelap yang ia punya. Tempat yang menyadarkan lo kalo realita itu luka tapi disaat yang sama juga bilang realita itu indah dengan segala sakitnya.” Arisa tidak pernah cocok untuk menjadi seseorang yang melakonis, terutama kehidupan sehari – harinya yang diisi dengan manusia seperti Sundra dan Sadap, yang selalu saja membuatnya mengucap nama tuhan melihat tingkah dan kelakukan mereka.

“Filosofi lo terlalu berat untuk otak gue yang terlalu pas – pasan.” Sundra menjawil pipi Arisa, berharap topik berat yang tercipta diantara mereka terhempas begitu saja dan jauh dari kedunya. Sundra tidak suka, untuk beberapa alasan yang belum mampu ia jelaskan, Sundra tidak suka.

“Lo mah emang bego! Bukan pas – pasan lagi!” Balas Arisa meninju pundak Sundra pelan dan tertawa. Sunda hanya memutarkan bola matanya malas, memakaikan kembali jaket untuk Arisa, kali ini ia pastikan jaket itu terlesting dengan sempurna, membalut tubuh mungil pemilik hatinya itu, memastikan udara dingin tidak menyelimuti perempuan yang ia kasihi itu lebih lama.

 “Bentar hape gue geter!” Ucap Arisa, mengambil ponselnya. Sundra melirik dari ekor matanya, kemudian pelan – pelan ia hembuskan nafas berat yang tercampur sedikit rasa sakit dari hatinya itu. Dua bubble chat di bar notifikasi dengan wallpaper pink itu cukup mengingatkan Sundra tentang ia yang tak akan pernah menjadi pengisi rongga hati perempuan yang cukup bar -bar di hadapannya ini.

Tertulis dengan jelas kontak dengan nama loml, love of my live, dengan tanda hati di sampingnya. Kedunya berbalas pesan tentang bagaimana nantinya memiliki harapan untuk menatap sunset di pantai seminyak sambil berbicara hal sederhana, sudah berapa banyak waktu yang mereka lewatkan untuk terus bertahan bersama. Arisa dengan semburat merah serta sikap malu – malunya saat berbalas pesan, cukup mengingatkan Sundra. Nyatanya, perasaannya bertapak sendirian, dan malam ini, Sundra akan kembali menghabiskan sisa malamnya bersama lagu ‘Kasih Tak Sampai’ milik Padi, meratapi naasnya kisah asmara miliknya.

Tetaplah menjadi bintang dilangit

Agar cinta kita akan abadi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: