What if: “Ini udah Yang Ketiga, Nggak Bosan Ya?”

What if: “Ini udah Yang Ketiga, Nggak Bosan Ya?”

Ari Hardianah Harahap--

Tarik. Hembus. Tarik. Hembus

Treatment pernafasan yang akan selalu Riana lakukan setiap emosinya tersulut. Berusaha menenangkan emosinya yang kini tengah membuncah hebat karena seorang anak laki – laki yang kini menatapnya mengantuk.

“Hoooaaammm,” Uap anak laki – laki tersebut.

Riana yang mendengar uap anak laki – laki tersebut menatapnya sinis. Ingin sekali ia melemparkan kepala anak laki – laki tersebut ke kandang singa atau setidaknya di penangkaran buaya yang tidak jauh dari desanya.

Dengan santai anak laki – laki tersebut menarik rambut Riana, dan menarik paksa tangan Riana agar duduk, setelahnya dengan tenang meletakkan kepalanya di paha Riana.

Astaga, belum genap 1 menit yang lalu Riana hampir membunuhnya dan kali ini dengan mudahnya anak laki – laki tersebut memancing hasrat membunuh Riana ke permukaan. Riana yang bersiap berdiri dan berniat untuk menjatuhkan kepala Orion lalu membenturkannya ke dinding harus urung kala Orion mengadu,

“Aku benar – benar mengantuk Riana, Nona Cantik sakit semalam dan tidak ada yang menemani aku tidur tadi malam. Dan lapar,” Ujar Orion pelan, benar – benar pelan karena setelahnya kesadrannya hilang dan tertidur nyenyak dengan bantalan paha Riana.

Hufft

Riana hanya bisa menghela nafas kesal jika sudah begini, apalagi jika Orion memanggil namanya dengan benar, biasanya ia akan dipanggil Medusa atau setidaknya wanita ular oleh Orion. Membahas soal Nona Cantik juga tentunya tidak mudah bagi Orion, dan untuk kesekian kalinya Riana harus mengalah dan memendam amarahnya kepada anak laki – laki menyebalkan yang kini tengah tertidur dengan nyaman.

 Ya, memang benar, Anak laki – laki keturunan Amerika – Indonesia ini adalah penyulut amarah Riana paling ampuh, Doric Orcaon, yang biasa Riana panggil Orion.

Orion memang sangat menyebalkan bagi Riana, kesehariannya hanya baepusat pada Riana. Menjahili Riana, menyulut amarah Riana, dan memporak porandakan kehidupan Riana. Jika saja membunuh bukanlah sebuah dosa, Riana pastikan Orionlah yang akan menjadi korban pertama atas aksi pembunuhannya dan jangan berharap Orion dapat mati dengan mudah, kematian Orion akan Riana buat sengsara dan sulit sehingga Orion akan merasa menyesal berususan dengan Riana.

Pysicopath,

Satu kata yang sangat pas untuk menggabambarkan Riana jika Orion ada disisinya. Lucunya, Orion terus bersisian dengan Riana tiap harinya, dan anehnya Riana selalu membuat Orion untuk bertahan disisinya.

Riana memandang Orion intens, memperhatikan setiap inci wajah Orion, sungguh siapapun yang melihat Orion tidak akan menampik jika Riana berkata bahwa Orion sangat tampan.

Kulitnya putih dan halus, rambut hitamnya benar – benar menawan berpadu dengan campuran wajah bule dan asianya. Hidungnya mancung, dengan bibir tipis sedikit pucat dan bulu mata yang terlalu lentik. Ah, sebagai perempuan, Riana merasa kalah cantik dari Orion.

Mengamati Orion memang bukanlah hal yang bagus, karenanya, Riana mencebik kesal.

“Kali ini berapa lama Orion akan membuat pahaku kebas?” pikir Riana, terkahir kali Orion mencetak rekor 5 jam tidur di paha Riana, yang berujung membuat paha Riana kebas dan sakit.

Riana terus berkelana dengan pikirannya, hingga akhirnya dirinya juga ikut tertidur di sandaran kursi panjang teras rumah Orion, sulit menolak angin sepoi – sepoi dan nyamannya kursi rumah Orion, sebelum benar – benar terlelap Riana menggumam pelan

“Kau benar benar merepotkan Orion dan aku benar – benar membencimu,”

*****

Orion terbangun kala dirasanya sebuah jari menusuk – nusuk pipinya dan sesekali menepuk pipinya pelan. Merasa terganggu, akhirnya Orion memutuskan untuk membuka matanya dan melihat neneknya, tidak lebih tepatnya Nona Cantiknya kini tengan tersenyum kepadanya.

Orion segera terduduk dan menatap Nona Cantik alias neneknya, lalu bertanya,

 “Apa Nona Cantik sudah sehat?”

“Sudah, ini semua berkat pangeran nenek yang terus menjaga nenek semalaman,” Ujar Saberin alias neneknya Orion alias Nona Cantik.

Orion tersenyum mendengar jawaban Nona Cantik, dirinya merasa bahagia dapat melihat Nona Cantik seperti biasanya. Tidak dengan semalam yang membuat dirinya khawatir bukan kepalang melihat Nona Cantik mengigil kedinginan dan terus mengigau nama Mommy-nya, Renata. Belum lagi suhu tubuh Nona Cantik sangat panas, membuat Orion harus terjaga semalaman mengkompres dan mejaga Nona Cantik.

“Bangunkan Riana, sepertinya tidak nyaman tidur dengan posisi seperti itu dan ini hampir jam 5 tidak baik tidur di jam segini.” Ujar Saberin,

“dan apakah kalian sudah makan siang?” lanjut Saberin bertanya.

Orion hanya menggeleng sebagai jawaban. Melihatnya Saberin hanya tersenyum, jika dipikir – pikir kali ini Orion, cucunya terlihat seperti anak – anak sebelas tahun sebenarnya.

Walau sudah tua, Saberin tidak akan luput untuk memperhatikan tumbuh kembang cucu satu – satunya, Orion. Pada umumnya, anak – anak di usia sebelas tahun akan bermain dan terus menggali jawaban atas rasa penasaran mereka, tapi tidak untuk cucunya Orion.

Sifat Orion terlihat terlalu dewasa, seolah Orion adalah jiwa dewasa yang terjebak di tubuh anak – anak. Caranya berprilaku, berbicara, dan kesehariannya tidak pernah menggambarkan Orion seperti anak – anak, terkesan seperti lelaki dewasa yang siap tanggap terhadap apapun. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: