Kata Susno Duadji Terkait Forensik Awal Brigadir J : Dokter-dokteran yang Meriksa?

Kata Susno Duadji Terkait Forensik Awal Brigadir J : Dokter-dokteran yang Meriksa?

Eks Bareskrim Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji buka suara terkait autopsi jenazah Brigadir J.

Susno Duadji merasa curiga dengan kinerja dokter forensik yang terlihat sangat janggal.

Bahkan Susno Dudji sampai menyarankan agar dokter forensik tersebut lebih baik dinonaktifkan.

"Dokter yang memeriksa dan yang memberikan autopsi harus diperiksa, bila perlu dinonaktifkan gitu," ujar Susno.

"Ya karena janggal, dan sistemnya harus di buka ke publik. Apa visum yang dibuat sang dokter itu," ucapnya.

"Jadi sorotan kita harus ke dokter yang memeriksa itu, dia meriksa di bawah tekanan atau meriksa beneran," sambungnya.

Pasalnya, Lanjut Susno Duadji jika pemeriksaan ini sudah sesuai prosedur maka publik tidak akan ribut soal penyebab tewasnya Brigadir J.

"Kalau meriksa beneran, orang gak akan ribut ini kena tembak peluru atau kena luka sayat?, atau luka tumpul? atau dokter-dokteran yang meriksa?," ucapnya, dilansir dari YouTube Kompas TV, dilansir pada 24 Juli 2022.

Autopsi ulang jenazah Brigadir J

Proses autopsi ulang jenazah Brigadir Nopryansah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J akan dilakukan.

Dilakukan oleh tim independen dengan melibatkan dokter forensik dari rumah tiga matra TNI hingga RS Cipto Mangunkusumo dan rumah sakit swasta.

Perihal autopsi ulang ini diungkapkan oleh Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak

"Telah dibicarakan tadi dalam gelar bahwa akan dibentuk tim independen, yaitu melibatkan dokter-dokter forensik gabungan dari RSPAD, RSAL, RSAU, RSCM, dan salah satu RS swasta nasional. Termasuk yang diajukan polisi," jelas pengacara Kamaruddin Simanjuntak, Kamis 21 Juli 2022.

Keluarga Terima Surat Kosong Pengantar Jenazah 

Nelson Simanjuntak, kuasa hukum keluarga alm Brigadir Yosua Nopyansah Hutabarat alias Brigadir J, mengaku ikut menyertakan satu bukti penting terkait kasus Brigadir J, yaitu surat kosong.

Saat keluarga menerima peti jenazah di rumah duka, tepatnya di Sungai Bahar Muaro Jambi, Sabtu (10/7), sekitar pukul 17:00, keluarga juga menerima surat sertifikat.

“Setelah dibuka ternyata isinya kosong melompong, tidak ada,“ ujar Nelson dikutip Jambi Ekspres dalam talkshow yang disiarkan Kompas TV Sabtu (23/7).

Kata Nelson, di surat yang diserahkan bersamaan dengan peti jenazah harusnya tertulis, siapa mayat ini, kenapa lebamnya, dianiaya atau bagaimana. Namun hanya ada tanda tangan dokter dan itupun usia alm Brigadir J tercatat salah.

“Usia salah, 28 tertulis 21,  banyak kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan,“ lanjutnya lagi. Hal ini ikut menjadi salah satu point  yang membuat keluarga menghendaki autopsi ulang, disamping alasan lainnya.

Sementara itu, pengamat hukum pidana, Jamin Ginting, dalam acara yang sama, mengatakan harusnya hal itu tidak terjadi jika prosedur autopsi sudah benar.

“Outopsi dilakukan atas persetujuan keluarga, kalo keluarga tahu harusnya identitas tidak akan salah, “ lanjut Jamil.

Terkait dengan keinginan keluarga melakukan autopsi ulang, peluang hasilnya berbeda dengan hasil autopsi pertama bisa saja terjadi.

“Hasil yang benar adalah ketika itu dilakukan mengikuti tata cara prosedur autopsi yang benar. Hasil bisa saja beda tapi tata cara harus diikuti, “ lanjutnya. 

Lantas hasil autopsi  mana yang akan diikuti, apabila nanti terdapat hasil yang berbeda pada kasus Brigadir J? “ Hasil autopsi yang dilakukan sesuai prosedur, “ tegas Jamin.  

Mendengar beberapa penjelasan kuasa hukum keluarga alm,  terkait surat kosong, pencatatan usia yang salah, kata Jamin dikhawatirkan autopsi tersebut tidak mengikuti standar prosedur yang  benar. “Makanya diperlukan sesuatu yang benar, “ lanjutnya lagi. 

Tak hanya autopsi ulang, rekonstruksi ulang juga bisa terjadi. Alasannya beragam. Pertama kata Jamin,  karena setelah dilakukan rekontruksi ternyata tidak komprehensif, masih ada beberapa bagian rekontruksi yg dinyatakan kurang sehingga perlu adanya penambahan atas kekurangan rekonstruksi pertama.

Kedua karena ada laporan dari  orang yang dianggap pelaku tapi merasa sebagai korban, sehingga perlu melengkapi informasi yang diterima dalam rekontruksi ulang.

Hasilnya nanti akan jadi dasar kuat, terkait kapan waktu terjadi tindak pidana dan tempat terjadi tindakan pidana dan bagaimana pidana itu dilakukan, tambah Jamin lagi.(disway/dpc)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: