Islam di Pedesaan: Sebuah Refleksi

Islam di Pedesaan: Sebuah Refleksi

Faridl Hakim--

 

Oleh: Faridl Hakim

Dosen Fak. Adab dan Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

 

 

Banyak yang bilang bahwa susana Pedesaan adalah sebuah tempat yang nyaman, aman, sederhana dan bersahaja. Berbagai macam kegiatan yang berkaitan dengan pedesaan berjalan dengan normal, aman dan tertib. Seperti halnya, kegiatan yang bersifat kemasyarakatan, keamanan, kegotong-royongan dan keagamaan dilaksanakan dengan normal dan khitmat. Layaknya masyarakat pada umumnya kehidupan diselingi dengan aktivitas masyarakat padat dan saling toleran. Banyak hal yang terjadi di sebuah pedesaan, penulis refleksikan dalam sebuah   cerita orang tua yang rajin ke musalla, beribadah, berzikir, dan menjalani kehidupan yang dalam, nyaman di Desa.

Pilihan hidup di Desa, pilihan setiap orang yang dulunya terlahir di Desa atau orang kota yang mempunyai keinginan ke Desa saat tua mulai medatanginya, pilihan ini karena berkeingianan seseorang tersebut menikmati pedesaan yang luar biasa asli, bersih, nyaman dan berbagai warna kegiatan Desa. Kegiatan yang sering sekali, penulis temui, bahkan juga ikut andil adalah kegiatan keagamaan, kegiatan keagamaan biasanya merupakan serangkaian kegiatan peribadatan, doa, mualamalah, pengajian dan segala kegiatan yang bersifat religius.

Islam sebagai Agama yang teduh, penuh dengan keberkahan, mampu bersublimasi dengan cepat di Pedasaan. Islam dapat diterima dengan baik, dan diimplementasikan oleh masyarakat  Desa dengan baik pula. Sejatinya Islam juga tidak neko-neko seperti halnya warga desa yang mengantungkan sebagain besar hidupnya dengan Allah SWT, Islam, hasil tani, berdagang dan kebermasyarakatan. Posisi Agama Islam menjadi peneduh hati di Pedesaan, memperkuat ruh dalam menjalani kehidupan, memberikan porsi yang ideal bagi masyarakat pedesaan.

Peribadatan, Doa, Pengajian dan Kamasyarakatan (Muamalah)

Di Desa masyarakat cendrung dan sangat ajeg mempraktikan peribadatan, seperti halnya salat, puasa, zakat dan bahkan ibadah Haji. Masyarakat meyakini dengan beribadah fardu maupun sunnah merupakan seuatu bentuk perintah Agama dan kebersyukuran kepada Allah SWT. Ibadah menjadi jalan bagi orang Desa untuk mendekatkan diri kepada penciptanya, mengapai ketenangan jiwa, melanggengkan kehidupan dan mempererat hubungan silaturrahim bagi setiap muslim Desa. Peribadatan biasanya dilakukan di Masjid atau Musalla, keduanya tempat pusat peribadatan di Pedesaan.

Kehidupan masyarakat dalam beribadah biasanya, dimulai dengan ibadah salat, salat ialah asas pokok yang paling dominan dalam pratik peribadatan masyarakat desa. Masyarakat memulai peribadatan dengan pergi ke Masjid atau Musalla, untuk melaksanakan salat lima waktu dan menunajat di hadapan sang Pencipta, adalah sosok orang tua berumur kurang lebih 80 Tahun ia memberikan pelajaran yang berharga kepada kaum muda tentang pentingnya beribadah khususnya salat lima waktu dan kekonsistenan dalam mengabdi kepada pencipta. Sosok orang tua tersebut sebuah visualisasi Islam di Pedesaan yang adem-ayem, Islam yang sangat menjunjung persahabatan, Islam yang membuat masyarakat perkotaan terpesona, dan Islam yang kondisional serta Rahmatan lil alamin.

Peribadatan seperti halnya Doa, doa merupakan cara yang paling tepat untuk mengikat batin dengan Pencipta. Masyarakat Desa juga memprioritaskan do’a, bagi masyarakat, doa adalah metode untuk menyalurkan hajat, mengharapkan keselamatan, berdialog dengan pencipta, membuat ketenangan hati dan memperkuat Iman. Doa bagi masyarakat juga, menginspirasi untuk memohon kepada sang pencipta bagi kebaikan indivudu, keluarga dan masyarakat. Do’a menjadi ajang setiap saat, harian, mingguan dan bahkan bulanan serta tahunan. Doa harian sering dilantunkan setelah salat, sebelum dan sesudah azan dan lainnya, doa mingguan dilantunkan oleh masyarakat banyak, saat ada serimonial keagamaan seperti yasinan, sementara doa bulanan di saat acara saat adanya pengajian akbar.

Pengajian adalah sebuah seremonial keagamaan yang sudah ada sejak dahulu, menjadi sangat primadona bagi masyarakat. Pengajian di zaman Milenial menjadi sangat popular dan sangat diminati masyarakat. Masyarakat selalu berusaha menghadirkan pengajian melalui hari besar Islam, tujuan utama dari pengajian adalah memperkuat Iman, mendidik masyarakat, mempererat hubungan dengan sesama dan berbagi kebahagiaan. Pengajian mempunyai susunan acara yang sistematis, namun tidak mengurangi kesantaian acara pada saat pengajian. Pengajian juga di setting menjadi acara yang sangat rileks dan membawa masyarakat lebih tenang, sangat menikmati dan sangat meresapi, dengan settingan tersebut masyarakat menjadi sangat senang dan bahagia.

Kegiatan kamasyarakat desa dilakukan bersama-sama, bergotong royong. Kegiatan yang masih mempertahankan identitas lokal (desa) yang menyilaukan. Masyarakat yang kompak dengan segala aturan, aktivitas, seremonial, kebersamaan dan keteduhan membawa masyarakat desa menjadi madani, penuh dengan nilai-nilai estetika dalam hidup dan kehidupan. Akhirnya, Islam di pedesaan menjadi rumah bersama, penguat ruh dalam peribadatan-doa-sujud kepada Sang Pencipta, tempat kembali yang teduh dan pilihan utama bagi Insan kota (Madinah) untuk mencari ketenangan jiwa, melalui uzzlahnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: