Revitalisasi Sastra Lisan Dinggung, Merawat Warisan Leluhur di Rantau Pandan Kabupaten Bungo

Revitalisasi Sastra Lisan Dinggung, Merawat Warisan Leluhur di Rantau Pandan Kabupaten Bungo

Revitalisasi Sastra Lisan Dinggung, Merawat Warisan Leluhur di Rantau Pandan Kabupaten Bungo--

 

Setelah sampai di dahan, pemanjat melihat apakah madu manis atau tidak. Jika ada manis, maka pemanjat akan mengabari melalui pantun dan meminta dikirim peralatan atau wadah melalui tali untuk ditarik ke atas.

 

“Jika keasikan menurunkan madu karena saking banyaknya, terkadang bisa lupa bahwa di sekitar ada penghuninya seperti harimau. Maka induk gadis atau tuo gadis atau anak gadis yang berteriak minta lemparkan agar diberikan ke harimau, supaya sama-sama bisa dilindungi,” ujarnya.

 

Proses panjang pengambilan madu ini berjalan lama, karena dahan yang besar. Apabila merasa lelah, lapar dan haus, maka si pemanjat berteriak lagi untuk dikirim bekal berupa kue talam, dan nasi ketan. 

 

Sedangkan proses turun dilakukan dengan mengabari menggunakan bahasa sendiri dan memberitahu bahwa pengambilan madu sudah selesai. Setelah sampai di bawah maka gadis dan tuo gadis mulai mengisi bekal rantang dengan madu sebagi bekal mereka untuk pulang. “Jadi ketika sampai di rumah ada buah tangan, disamping ada pembagian madu dari tuan pohon, pemanjat dan bujang-gadis,” ungkapnya.

 

“Prosesi ini menunjukan adanya nilai gotong royong dan kerja sama, nilai kepercayaan, dan prosesi memanjat juga ada pantunya untuk menyapa sialang yang bersarang. (aiz)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: