>

Sampah Sungai Penuh yang Terombang-ambing, Nasibmu…

Sampah Sungai Penuh yang Terombang-ambing, Nasibmu…

Contoh TPA Regional Banjarbakula Kalsel yang dibangun secara modern dari dana APBN senilai Rp 149 M.-Foto: Kementrian PUPR-

ARTIKEL, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Buang ke hilir salah, buang ke mudik salah, akhirnya tumpukan sampah dari Kota Sungai Penuh terombang-ambing. Hampir semua lokasi yang disepakati gagal digunakan sebagai tempat pembuangan karena pertentangan dari masyarakat di sekitarnya.

Terakhir, tersiar kabar, dibuanglah ke kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, ketahuan, salah lagi, Kepala Seksi Balai TNKS tegas mengatakan, tidak boleh!

Masalah sampah di Kota Sungai Penuh memang semakin pelik. Mungkin beberapa hari ini Sungai Penuh menjadi kota dengan tumpukan sampah terlama diangkut, tak hanya di Provinsi Jambi, jangan-jangan di Indonesia.

Bukan karena petugas yang pemalas tapi karena petugas yang saya yakin bingung, kalo mau dibawa,  kemana lagi sampah-sampah itu mau diangkut?. Semua lokasi tujuan pembuangan, telah ditunggu oleh warga sekitar,  warga mengusir mereka, lalu sampah itu dibawa lagi berkeliling entah kemana, terakhir, ya ke Taman Nasional Kerinci Seblat tadi.

Saya mencoba menghubungi teman sekolah saya, dia sejak SMP SMA di Sungai Penuh memang terkenal pintar, ia bisa memahami apa yang diajarkan guru di depan kelas dalam waktu cepat. Saya juga satu kelas dengannya saat kuliah di Teknik Sipil Universitas Bung Hatta, kepintarannya masih tak luntur, di kelas dia masih memegang dapuk sebagai pemilik nilai terbaik.

Namanya Musdiyanto Mukhti. Saya menghubungi dia bukan karena masa lalunya yang pintar, tapi karena masa kininya yang memiliki posisi strategis di Kementrian PUPR, pernah bertugas di Balai Besar Wilayah Sungai Jambi, Palembang, Gorontalo dan terakhir kini di BBWS Cimansuk Cisanggarung Cirebon Jawa Barat.

Saya tanya, apa iya masalah sampah di Sungai Penuh ini tak ada solusi? Anto menjawab WA saya dengan emot berpikir, lalu membalas teks “Kalo dibangun TPA Modern, sampah bukanlah jadi barang busuk lagi,”. Artinya, kalo tidak busuk, tentu tak perlu ada warga yang menolak, tak perlu ada demo tak perlu ribut-ribut dan tak perlu sampah menumpuk lagi di jalanan karena semua terangkut.

Tapi kan itu mahal, kita lagi krisis duit, Saya balas lagi. “Tidak mahal, pemerintah daerah cukup mencari lahan, membebaskan lahan, anggaran untuk ganti rugi lahan, yang membiayai buat TPA modern ajukan ke pemerintah pusat, minta ke Kementrian PUPR,” jawabnya lagi.

Lalu Anto mengirimkan saya screenshoot pengumuman LPSE terkait pengadaan pembangunan TPA Tuban 122 Miliar, TPA Regional Lombok 38 Miliar, TPA Lubuk Linggau Rp.36 Miliar, itu semua dari APBN!

Saya juga infokan ke Anto terkait pernyataan Gubernur Jambi yang akan menganggarkan APBD Rp 150 Miliar untuk TPA di Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Sebenarnya APBD cukup untuk membebaskan lahan saja, pembangunan TPA modern ajukan ke kementrian, kota lain saja disupport, tak mungkin kita tidak, pemerintah daerah yang harus lebih getol “menjuluk”ke pusat, kata Anto.

Ia sempat lama terdiam saat saya bilang, kemarin pernah ada kejadian, yang menolak lokasi TPA Regional malah anggota dewannya, lalu ia membalas, “Kerjasama semua pihak, itu solusinya,” tulis Anto.

Lalu solusi sementaranya apa? “Setiap desa siapkan lahan untuk menimbun sampah organik, ini hanya sementara, menjelang TPA modern dibangun,” jawabnya. Pemerintah harus mengajak masyarakat memilah sampah organik dan non organik dan bekerjasama dengan agen pengepul. “Bentuk dan gaji agen sampah, dan manusiakan pasukan orange, beri apresiasi yang pantas agar semua bergerak,” sarannya.

Anto kembali mengulang percakapan. Banyak daerah lain yang sudah dapat alokasi APBN untuk TPA Regional, modern, tidak bau, ini yang harus diedukasi ke masyarakat yang areanya akan dijadikan TPA di Sungai Penuh maupun di Kerinci.

Jika perlu bawa warga di lokasi rencana TPA, melihat langsung TPA yang sudah ada di wilayah lain, seperti TPA Banjarbakula di Kalsel yang terbukti akrab lingkungan, supaya membuka pengetahuan mereka juga. “TPA modern itu bukan cuma tempat buang, tapi tempat pengolahan, ini perlu diedukasi, supaya sama-sama memahami kehadiran TPA itu,” lanjutnya lagi.

Hari sudah sore, saya mengakhiri percakapan, sambil berpikir, malam ini atau besok, akan kemana lagi sampah-sampah Sungai Penuh harus disembunyikan oleh petugas. (dpc)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: