Duit Nganggur Tembus Rp 500 Triliun

Duit Nganggur Tembus Rp 500 Triliun

JAKARTA - Dana yang dihimpun perbankan Indonesia terus bertambah. Sayang, tidak semuanya disalurkan untuk kegiatan produktif. Alhasil, jumlah dana berlebih perbankan atau ekses likuiditas makin besar. Bank Indonesia (BI) mencatat, duit nganggur itu mencapai Rp 500 triliun.

 Dana tersebut sebenarnya bisa disalurkan pada instrumen atau kredit-kredit yang produktif. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Hendar mengungkapkan, ada beberapa cara untuk membuat dana bank yang belum disalurkan tersebut bersifat produktif. Salah satunya melalui instrumen moneter seperti obligasi korporasi.

 \"Lewat sektor moneter, secara tidak langsung kami akan memperdalam sektor keuangan. Ini merupakan respons internal terkait dengan ekses likuiditas,\" kata Hendar di gedung BI kemarin (27/9).

 Dia menyebutkan, pihaknya mendorong bank untuk mengalihkan dana tak produktif itu melalui surat berharga negara (SBN). \"Ketika likuiditas bagus, pasar akan stabil dengan return yang menguntungkan. Ini akan menjadi alternatif bagi investor juga untuk berinvestasi selain di bank,\" paparnya.

 Meski demikian, BI tetap memperhitungkan kebutuhan likuiditas masing-masing bank. Ada beberapa bank besar di Indonesia yang ekses likuiditasnya mencapai Rp 300 triliun. \"Nanti yang diserap BI (melalui instrumen moneter) bergantung bank. Lagi pula, penyerapan ini bergantung lelang,\" jelasnya.

 BI juga mendorong sektor-sektor produktif untuk memunculkan instrumen baru. Sayang, sejauh ini belum ada instrumen baru yang lahir. Padahal, akan terjadi penyerapan yang bagus jika instrumen tersebut mampu meyakinkan pasar bahwa tidak akan terjadi default dan return yang tinggi.

 Sebagai catatan, pada ajang Indonesia Investment Day di New York, AS, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menjelaskan, rasio kredit perbankan dalam kontribusinya pada produk domestik bruto (PDB) di Indonesia masih sangat minim. Yakni, 31 persen. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 115 persen. \"Masih ada ruang kebijakan yang bisa digarap Indonesia,\" ujarnya. \"

 Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, pertumbuhan kredit perbankan nasional saat ini mendekati 26 persen. Hal itu menjadi angin segar. Sebab, defisit current account yang membaik akan membuat neraca pembayaran Indonesia diproyeksi surplus pada kuartal IV mendatang.

(gal/c7/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: