Manfaatkan Jaringan Bulog di Kawasan Non Produsen Gula

Manfaatkan Jaringan Bulog di Kawasan Non Produsen Gula

SURABAYA- Pendistribusian gula oleh Perum Bulog ke wilayah-wilayah di kawasan Indonesia timur dirasa Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia lebih efisien timbang mengandalkan impor. Apalagi, pemerintah tengah melakukan revitalisasi terhadap fungsi Bulog sebagai lembaga penyangga tiga komoditas yakni beras, gula dan kedelai.

 

Ketua APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan Perum Bulog memiliki jaringan distribusi cukup luas dan merata di seluruh wilayah Indonesia. \"dengan jaringan yang dimiliki, bulog dengan mudah mendistribusikan gula ke wilayah yang sulit dijangkau seperti Sulawesi sampai Papua. Setidaknya, Bulog hanya mengeluarkan biaya distribusi. Berbeda dengan pedagang, selain sulit menjangkau wilayah tersebut, harga gula pun menjadi lebih mahal,\" tandas dia.

 

Menurut ia, langkah tersebut lebih tepat dibandingkan harus impor untuk memenuhi kebutuhan gula bagi pasar luar jawa. Karena dengan demikian, penyerapan pasar terhadap gula lokal menjadi tinggi, sehingga bisa menggairahkan industri gula nasional. \"Selama ini, pemerintah memilih impor untuk memenuhi defisit gula, terutama di kawasan non produsen. Ditambah, yang kami juga sesalkan keputusan impor itu berlaku ketika musim giling berlangsung, sehingga pengiriman gula petani ke kawasan tersebut menjadi tidak lancar,\" tandas dia.

 

Selain itu, lanjut dia, upaya pemerintah untuk menambah lahan sebagai langkah meningkatkan produksi gula dirasa sulit. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan swasembada gula sebesar 3,1 juta ton pada 2014 dengan melakukan penambahan lahan seluas 350 ribu hektar. \"Cari lahan 350 ribu hektar itu tidak gampang, satu-satunya yang memungkinkan di luar Jawa seperti Papua, tapi bagaimana dengan pabrik yang bertugas menggiling tebu kalau lokasinya di sana,\" ucap Soemitro.

 

Menurut dia, langkah yang memungkinkan ialah dengan meningkatkan kualitas rendemen pabrik gula. Diyakini, kenaikan rendemen akan diikuti dengan peningkatan produksi dan penurunan harga gula. \"Kalau sekarang tersedia 450 ribu hektar, lebih baik itu saja yang dimaksimalkan. Katakan rendemen sebesar 14 persen dan rata-rata satu hektar menghasilkan 10 ton, maka satu 450 ribu hektar bisa menghasilkan 4,5 juta ton,\" tukasnya.

 

Tentu, lanjut ia, untuk menaikkan rendemen diikuti dengan penyediaan bibit unggul, perbaikan saluran air dan pembenahan sekunder. Diuraikan, pembenahan sekunder terutama di tingkat pabrik, seperti perbaikan maupun peremajaan mesin. \"Kalau mesin-mesin lama itu ditingkatkan kualitasnya, bukan tidak mungkin kandungan nira yang diolah menjadi tebu semua. Secara bertahap akan meningkatkan produksi gula tanpa harus menambah lahan,\" katanya.

(res)

               

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: