KPK - Polri Terbentur Materi Penyidikan
Esoknya, pada 18 Oktober 2012, KPK mengirimkan surat kepada Polri untuk melakukan penghentian penyidikan kasus simulator. Pada akhirnya Jumat (19/10) kemarin , penyidik Bareskrim Polri menggelar perkara untuk merespon permintaan itu. \"Hasilnya belum bisa, karena menunggu dasar hukum. Kami nanti juga bisa dipraperadilankan para tersangka jika langsung begitu saja diserahkan ke KPK,\" katanya.
Terpisah, pakar hukum pidana Mudzakir mengatakan, persoalan kasus simulator tersebut memang sudah rumit sejak awal. Jika masing-masing tetap bertahan pada argumentasinya, kata dia, maka persoalannya makin berlarut-larut. \"Kalau menggunakan pasal 50 (UU KPK) produk hukumnya beda, menggunakan pasal KUHAP juga beda. Itu yang jadi masalah,\" kata Mudzakir.
Dia menjelaskan, penerapan pasal 50 UU KPK untuk melimpahkan kasus simulator dari Polri ke KPK bisa dilakukan jika penanganan perkara yang dilakukan Polri belum menghasilkan produk hukum. \"Persoalannya, penyidik (Polri) sudah menghasilkan produk hukum,\" katanya.
Mudzakir lantas menyebutkan contoh penahanan terhadap tersangka oleh Polri dan sudah adanya P-19 (petunjuk) dari jaksa untuk kelengkapan berkas perkara simulator yang sempat dilimpahkan penyidik ke jaksa.
Lantas, bagaimana solusinya\" Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengharapkan ada ruang bijaksana masing-masing institusi untuk menghormati institusi lainnya. Misalnya dengan melakukan koordinasi supervisi. \"Sehingga paket (perkara) yang diselesaikan polisi sama dengan KPK. Harus seirama dan saling cross check,\" terangnya.
Bahkan nantinya bisa diadili dalam waktu yang bersamaan serta hakim yang sama. \"Intinya ada ruang dialog. Jangan sampai ada egoisme sektoral,\" ingat Mudzakir.
Pendapat agak berbeda diutarakan pakar hukum pidana Universitas Indonesia Achyar Salmi. \"Kalau bisa dipermudah kenapa harus diperumit?\" katanya.
Penggunaan pasal 50 UU KPK, menurut dia, tidak berarti ada penghentian penyidikan perkara dengan menerbitkan SP3. Namun penanganan oleh lembaga tertentu yang dihentikan, bukan penghentian perkaranya.
Terkait dengan pelimpahan perkara, lanjut dia, bisa tetap menggunakan pasal 50 UU KPK namun di-juncto-kan dengan pasal 9 f undang-undang yang sama. Dalam pasal tersebut disebutkan salah satu alasan pengambilalihan penyidikan dan penuntutan oleh KPK. Yakni, keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian ataukejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakansecara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. \"Menurut saya itu bisa selesai,\" katanya.
(sof/rdl/fal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: