Penguasaan Sastra Lemah, Guru Digembleng

Penguasaan Sastra Lemah, Guru Digembleng

Evaluasi Kemendikbud, Pendidikan Sastra di Sekolah Kering

JAKARTA - Pembelajaran kesusastraan di sekolah dinilai lemah bahkan cenderung kering. Guru bahasa Indonesia terlalu sibuk mengajarkan soal kaidah struktur bahasa dan mengejarkan LKS. Mereka akan digembleng untuk menghidupkan lagi pelajaran sastra mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini.

 Paparan evaluasi pembelajaran sastra di sekolah ini disampaikan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti. \"Pendidikan sastra di sekolah penting. Karena siswa tidak hanya olah nalar saja, tetapi harus olah rasa dan olah cipta,\" katanya pada forum persiapan Temu Sastra Indonesia 2012 di Jakarta kemarin (19/11).

 Wiendu menjelaskan, penggalaan kembali pembelajaran kesusastraan akan dimasukkan dalam kurikulum baru yang akan berlaku tahun depan. Dia mengatakan upaya menghidupkan kembali kesusastraan dalam kurikulum ini melibatkan Goenawan Mohamad.

 Tantangan terbesar dalam menghidupkan lagi pembelajaran sastra di sekolah saat ini adalah kemampuan guru. Dia mengakui guru-guru bahasa Indonesia saat ini kurang menguasai urusan sastra. Padahal sejatinya mata pelajaran yang mereka ampu adalah bahasa Indonesia dan sastra. \"Tetapi itu tadi, pada prakteknya lebih banyak mengajarkan kosa kata dan struktur bahasa saja,\" jelas Wiendu.

 Untuk itu, dia mengatakan ada tiga skenario untuk memperbaiki kualitas guru bahasa Indonesia sehingga lebih menguasai urusan sastra. Cara pertama adalah menggembleng seluruh guru bahasa Indonesia.

 Upaya ini khusus untuk meng-upgrade kemampuan kesastraan para guru bahasa Indonesia. Usaha ini diagendakan berjalan mulai tahun depan secara bertahap guru-guru bahasa Indonesia akan dididik ulang soal sastra.

 Cara kedua adalah memperbaiki sistem rekrutmen guru bahasa Indonesia. Para calon guru harus melewati tahapan tes tentang kompetensi kesastraan. Dengan cara ini, guru-guru baru tidak lagi cenderung hanya mengajarkan tata bahasa saja kepada murid. Cara ini juga akan dijalankan bertahap menyesuaikan masa rekrtumen guru baru.

 Cara terakhir adalah dengan memperkerjakan sastrawan-sastrawan yang tersebar di setiap daerah sebagai \"guru pendamping\" tidak tetap. Mereka misalnya bertugas sebulan sekali mendampingi guru saat mata pelajaran bahasa Indonesia. \"Cara yang ketiga ini para sastrawan yang jumlahnya banyak itu menulari guru-guru yang sudah ada,\" ujar Wiendu.

 Secara sederhana, Wiendu kemarin mensimulasikan salah satu model baru pembelajaran bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013. Dia mengatakan pada saat pelajaran bahasa Indonesia seluruh siswa dibebaskan untuk membaca buku yang mereka pilih di perpustakaan. \"Misalnya siswa memilih buku dongen Si Kancil,\" katanya.

 Setelah itu, siswa diberi waktu untuk membaca buku-buku tersebut. Kemudian siswa diberi tugas untuk menulis semacam surat dan nantinya dibaca langsung di hadapan gurunya.

 Isi dalam surat itu adalah buku yang mereka baca tadi bercerita tentang apa. Kemudian juga berisi tentang cerita dalam buku tadi mengingatkan mereka pada apa. Dan yang terakhir merangkum isi buku itu dalam satu kata. \"Misalnya dispilin, jujur, bohong, atau curang,\" papar Wiendu.

 Dengan sistem ini siswa tidak hanya mengolah pikir. Tetapi juga mengolah rasa dan cipta. Siswa juga tidak lagi terjebak dalam rutinitas mengerjakan banyak soal-soal dalam buku LKS.

(wan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: