Dirintis Perantau Tiongkok yang Bekerja di Tambang Timah
SETIAP hari, Akhun membantu meramalkan nasib pengunjung. Menurut dia, ciamsi ini banyak peminatnya. “Banyak yang minta diramal, bahkan yang agamanya berbeda. Ada orang Islam, Kristen, Katolik, Buddha, dan sebagainya,”
kata pria 50 tahun itu, pekan lalu.
Sebutkan nama, asal, serta apa yang dimohon, maka Akhun akan merapalkan doa di depan altar Dewi Kwan Im sembari mengocok tabung berisipuluhan batang kayu bernomor. Setelah ada sebatang yang jatuh, dia melemparkan dua perunggu berbentuk kerang dan beberapa koin kuno yang terhubung dalam tali merah.
“Saya konsultasi sama dewa. Oke nggak okenya pakai itu (kerang perunggu), nomornya kena atau nggak pakai itu,” jelasnya. Saat dilempar, bila posisi kerang jatuhnya berbeda, satu tengkurap dan satu terbuka, maka itu artinya dewa mengiyakan nomor tersebut.
Namun, bila posisi dua kerang itu sama-sama terbuka, Akhun akan mengulang ritual dari awal sampai kerang perunggu itu memberi isyarat jatuh dengan posisi yang berbeda. Setelah mendapat nomor dari potongan kayu yang jatuh,Akhun akan memberikan secarik kertas bertuliskan syair berbahasa mandarin dari rak bernomor sesuai yang tertulis di bilah kayu.
Di balik tulisan Mandarin itu ada juga terjemahan bahasa Indonesia. Kalimat dalam kertas ciamsi tersebut akan diinterpretasikan Akhun sesuai permohonan pengunjung. Bila ingin diramal secara akurat, kata Akhun, berharaplah dari lubuk hati yang terdalam.
“Kalau cuma coba-coba atau main-main, keakuratannya juga berkurang,” kata pria yang sudah mengurus TITD Kwan Im selama lima tahun itu. Ada banyak hal yang dapat diramal, kata dia, topik yang hangat adalah soal jodoh, kesuksesan,
dan kesehatan.
“Tergantung pengunjungnya, kalau anak muda, terutama perempuan, kebanyakan tanya soal jodoh. Kalau orang tua banyak berdoa tentang kesuksesan untuk dia dan doa agar usaha anak-anaknya sukses,” ujar dia. Kelenteng yang berdiri di atas bukit itu tidak hanya dikenal dari ramal nasibnya.
Tempat ibadah tersebut sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu. “Yang tercatat sudah ada pengurus itu tahun 1747. Sebelum itu tidak ada yang tahu,” katanya. Selain itu, yang unik adalah patung Kwan Im yang berada di altar adalah patung yang ditemukan di laut.
“Dulu tentara Belanda membawa orang dari Tiongkok untuk dipekerjakan di
Belitung sebagai penambang timah,” tuturnya. Namun, lanjutnya, dia bukan orang biasa, melainkan seperti orang sakti. “Suatu hari, waktu hari santai, dia jaring ikan di laut. Bukan dapat ikan, tapi dapat patung, dan ditaruh di sini,” ceritanya.
(jpnn/rie/rek)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: