DKPP: 18 Parpol Tercoret Lolos

DKPP: 18 Parpol Tercoret Lolos

  JAKARTA \" Masa penantian panjang 18 parpol yang tercoret dalam verifikasi administrasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) berakhir kemarin (27/11). Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan, 18 parpol yang tidak lolos verifikasi tahap pertama tersebut berhak mengikuti verifikasi faktual. DKPP memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan itu.

  Meski demikian, DKPP menegaskan seluruh komisioner KPU tidak bersalah dalam melakukan verifikasi administrasi yang menggugurkan 18 parpol. Dasarnya, DKPP tidak melihat adanya iktikad buruk komisioner di balik pencoretan tersebut, termasuk terhambatnya proses verifikasi administrasi.

  Menurut DKPP, hal itu tidak sepenuhnya mencerminkan kegagalan. Namun, proses yang terjadi dapat menghalangi secara hukum partisipasi parpol. \"Sebanyak 18 parpol tersebut perlu mendapat perlakukan setara, tidak hanya 12, tetapi juga enam parpol yang dicoret KPU dalam verifikasi administrasi. Mereka harus diikutkan dalam verifikasi faktual,\" tegas Ketua DKPP Jimly Asshidiqqie dalam sidang di gedung BPPT.

  Sidang itu dihadiri Ketua Bawaslu Muhammad serta anggota Danil Zuhron, Nelson Simanjuntak, dan Endang Wihdatiningtyas. \"Pihak teradu adalah KPU,\" tutur Jimly. Seluruh komisioner KPU juga hadir, yaitu Husni Kamil Manik (ketua), Juri Ardiantoro, Arif Budiman, Ida Budhiati, Hadar Nafis Gumay, Sigit Pamungkas, dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah. Perwakilan 12 di antara 18 parpol yang tidak lolos verifikasi ikut hadir. Di antaranya, Partai Karya Republik, PKNU, PKPB, Nasrep, dan PDS. Hadir pula perwakilan Partai Buruh, Partai Kongres, PPPI, Partai SRI, PDK, PKDI, dan Partai Republik.

  DKPP juga memutuskan adanya pelanggaran kode etik oleh empat pejabat Setjen KPU. Jimly meminta komisioner menjatuhkan sanksi. Empat pejabat itu adalah Sekjen Suripto Bambang Setyadi, Wasekjen sekaligus Ketua Pokja Verifikasi Parpol Asrudi Trijono, Kepala Biro Hukum Nanik Suwarti, dan Wakil Kepala Biro Hukum Saiful Bahri. Keempatnya dinilai telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

  \"Kami merekomendasikan kepada KPU untuk menjatuhkan sanksi pelanggaran kode etik dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya mengembalikan yang bersangkutan beserta pejabat-pejabat lainnya yang terlibat pelanggaran kepada instansi asal sejak dibacakannya putusan ini,\" ujar Jimly. Dalam pembacaan putusan, DKPP menimbang fakta hubungan komisioner dengan Setjen KPU yang tidak harmonis.

  Keterangan para komisioner soal adanya pembangkangan disangkal oleh Setjen KPU. \"Peristiwa ini menunjukkan adanya disharmoni. Ini berpotensi memunculkan ketidakpercayaan kepada penyelenggara pemilu,\" ujar Nur Hidayat Sardini, anggota DKPP.

  Dalam posisi itu, kata Hidayat, Sekjen KPU dinilai tidak mampu mewujudkan situasi kondusif. Posisi Wasekjen KPU yang notabene ketua pokja verifikasi parpol justru tidak mengetahui proses yang ada. Padahal, sebagai ketua pokja, Wasekjen KPU seharusnya memantau dan melaporkan setiap perkembangan proses verifikasi kepada komisioner.

  \"Hal tersebut menunjukkan bahwa ketua pokja menjalankan konsepnya sendiri. Akibatnya, proses verifikasi terhambat sehingga menimbulkan keresahan di antara parpol yang tidak diloloskan,\" kata Hidayat.

  Kepala biro hukum, ujar Hidayat, juga mengabaikan tugas utamanya. Wakil kepala biro hukum tanpa pertanggungjawaban yang jelas juga telah menuding komisioner KPU Ida Budhiati tanpa bukti. \"Kurangnya tertib administrasi dan munculnya ketidakpercayaan parpol adalah tindakan etis yang harus segera dipulihkan,\" ujarnya.

  Soal pengelolaan sistem informasi politik (sipol), DKPP menilai ada pelanggaran oleh komisioner. Anggota DKPP Abdul Bari Azed menyatakan, terdapat keterangan berbeda di sidang. Yaitu, BPPT menyatakan kesanggupan, namun KPU akhirnya tidak menindaklanjuti kerja sama dengan alasan waktu. \"Pihak teradu (komisioner KPU) menyatakan tidak masalah jika tidak dilakukan BPPT,\" tutur Azed.

  Setelah proses itu, KPU kemudian melakukan lokakarya dengan mengundang IFES. Hasilnya berimbas pada penandatanganan MoU atau nota kesepahaman kerja sama teknis dengan IFES mengenai sipol. Bappenas menegaskan, kerja sama itu melanggar aturan, termasuk peraturan bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP. \"Namun, karena peraturan bersama disahkan setelah MoU, dengan azas retroaktif, MoU tak bisa dikategorikan pelanggaran. Namun, sejak putusan ini, MoU tidak diperkenankan diberlakukan kembali,\" terangnya.

  Ketika ditemui setelah sidang, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) Choirul Anam menilai, putusan DKPP saat ini adalah yang paling bagus. Dengan putusan itu, DKPP tetap mempertimbangkan tahap-tahap pemilu yang harus berjalan, namun hak konstitusional parpol juga diakui. \"KPU memang tidak kena apa-apa karena kesekjenan yang bermasalah,\" kata Anam.

  Ke depan, kata Anam, KPU harus mandiri. KPU tak boleh menjadi boneka dari pihak-pihak lain. Dengan adanya keputusan untuk dilakukan verifikasi faktual, mau tidak mau jajaran PKNU di daerah harus siap. \"Guncangan kemarin memang bikin shock semua,\" jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: