>

Wajah Buruk Aparatur Negara

Wajah Buruk Aparatur Negara

KEBERADAAN pegawai negeri sipil (PNS) sesungguhnya sangat mulia. Mereka adalah orang-orang pilihan yang diangkat lewat seleksi yang ketat. Karena itu, tidak sembarang orang bisa menjadi aparat negara seperti mereka. Tidak sedikit warga negeri ini yang bercita-cita menjadi PNS dan rela melakukan segala cara untuk mewujudkan harapan tersebut. Pendek kata, bagi beberapa kalangan, PNS adalah predikat istimewa. Faktanya, tidak semua PNS bisa mengemban amanah dengan baik. Ada saja aparatur negara yang merusak citra dengan melakukan tindakan yang melanggar hukum. Data dari Kementerian Dalam

Negeri (Kemendagri) menyebutkan, 1.091 PNS terjerat tindak pidana dalam dua tahun terakhir (2010–2012). Mayoritas tersandung masalah korupsi. Kenyataan itu sungguh menyakitkan. Sebab, yang bermasalah adalah para abdi negara yang sejatinya memiliki tugas mulia melayani rakyat.

Jumlah 1.091 PNS yang terjerat masalah pidana itu sudah terbilang banyak. Namun, bisa jadi bakal bertambah banyak. Sebab, data yang masuk belum sepenuhnya diakumulasi. Bukan tidak mungkin sejatinya

lebih banyak lagi PNS yang bermasalah dengan hukum. Mereka tidak hanya berada pada level bawah, tapi juga menyentuh kalangan pejabat. Sekali lagi, hal itu fakta yang sangat menyakitkan. Pemerintah tidak boleh tinggal diam. Harus ada sikap tegas. Hukum wajib ditegakkan. Para PNS yang terjerat masalah hukum harus mendapatkan sanksi setimpal. Celakanya, masih ada PNS bermasalah yang berhasil menjadi pejabat di beberapa daerah. Sebut saja

Azirwan yang menjadi kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemkab Bintan, Kepulauan Riau. Padahal, dia adalah bekas narapidana yang divonis 2 tahun 6 bulan penjara karena kasus suap. Setelah bebas

pada 2010, Azirwan tidak memiliki jabatan. Untuk mencegah kejadian serupa, Kemendagri membuat aturan tegas yang melarang PNS bekas napi menjadi pejabat. Dengan keputusan tersebut, kepala daerah punya wewenang untuk mencopot pejabat yang berstatus bekas napi. Langkah itu diharapkan dapat mempercepat reformasi birokrasi.

Ke depan, harus ada langkah menyeluruh agar wajah birokrasi negeri ini jadi lebih baik. Selain aturan yang tegas, perbaikan proses seleksi PNS tidak bisa ditoleransi lagi. Kalau seleksi aparatur negara masih diwarnai kebocoran dan kecurangan di sana-sini, sudah pasti produk yang dihasilkan juga tidak baik. Selama praktik culas kongkalikong dan suap masih terjadi, seleksi PNS tidak akan menghasilkan pegawai yang kompeten. Kalau sudah begitu, sulit mengharapkan mereka akan bekerja dengan baik pula. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: