Pemahaman Guru Harus Dirubah

Pemahaman Guru Harus Dirubah

JAMBI- Pemahaman guru harus dirubah dengan pemahaman terhadap nilai kebudayaan daerah. Hal ini ditegaskan oleh Joko Susilo, Dirjen Pendidikan Tinggi, usai kegiatan uji publik kurikulm 2013 di aula dinas Pendidikan Provinsi Jambi, kemarin (7/12). Menurutnya, pemahaman guru dalam mengajar saat ini, hanya soal struktur.

                “Kalau kurikulum kemarin, kebanyakan pendekatan struktur bukan pendekatan kebudayaan seperti kurikulum sekarang. Kalau pendekatan struktur itu, menjadikan peserta didik seperti guru. Ujung-ujungnya menjadi pegawai dan segala macam. Kalau sekarang kan tidak, diajarkan, bagaimana guru bisa mandiri dan ditekan kepada inovasi,” ujarnya.

Namun, merubah pemahaman itu, katanya lagi, bukan hal gampang. Butuh waktu untuk bisa merubah pemahaman seseorang terhadap sesuatu. “Adaptasi segala macam kurikulum butuh proses, paling tidak 6 bulan lagi. Nah, Juli 2013 baru ready kan,” ungkapnya.

Dikatakannya, uji public kurikulum pendidikan itu merupakan salah satu media untuk memberikan masukan tentang muatan lokal dan segala macamnya. “Kalau kurikulum kemarin ini identik dengan menjadikan peserta didik menjadi guru. Kalau sekarang lebih banyak kepada perubahan sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif serta atraktif. Kalau gurunya belum bisa mentransformasi idenya keluar, ya masalahnya tidak sesederhana itu,” ujarnya.

Lalu, bagaimana penilaiannya terhadap kesiapan guru saat ioni? Dia mengatakan, perubahan itu membutuhkan waktu panjang. “350.000 guru bukan sedikit, itu butuh waktu panjang. Kita dukung bagaimana komunitas guru itu lebih memahami dan beradaptasi. Namun itu butuh waktu yang cukup dan biaya. Mengalihkan mainset (pemahaman, red) orang kan bukan perkara gampang, butuh waktu panjang, katanya.

Dia menurutkan, untuk mengajarkan peserta didik, tak bisa dilakukan pendekatan struktur saja. Namun, pendekatan kebudayaan juga perlu dilakukan. Tujuannya, agar peserta didik bisa memahami nilai-nilai kebudayaan.

“Satu upaya sederhana adalah bagaimana menguji publikkan dan bagaimana menggali potensi daerah serta pendekatan budaya daerah. Jika dibandingkan Korea dan Jepang itu, kita tak ada apa-apanya. Jadi, kompetensi untuk itu dibutuhkan pemahaman yang sama, bahwa mendekatkan peserta didik itu tidak bisa hanya dengan struktur, juga butuh kebudayaan. Itu yang terpenting dan selama ini diabaikan,” tandasnya.

(wsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: