Gerindra : Prihatin, Ekonomi

Gerindra : Prihatin, Ekonomi

Kerakyatan Jadi Alat Pencitraan

JAMBI - Apa beda pemerintah orde baru dan pemerintah sekarang dalam hal informasi. Tentu banyak sekali bedanya, dulu data, fakta maupun kondisi orang miskin disembunyikan, karena bisa membuat malu pemerintah.

Maka tak heran data statistik kemiskinan didiskon, kampung kumuh digusur, para menteri mengumumkan angka kemiskinan yang terus turun. Tapi sekarang orang miskin justru dipertontonkan keberadaannya, agar pemerintah dibilang pro rakyat.

Ini merupakan contoh kecil betapa kebijakan pemerintah tidak pernah sepenuhnya berorientasi pada usaha membebaskan rakyat dari kemiskinan, kebodohan dan ketakberdayaan, rakyat miskin malah jadi bualan mereka. Bantu uang 100 ribu, nama sipenerima diumumkan dikantor camat, lurah, RT bahkan diinternet.

Kondisi ini amat disayangkan Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Jambi Ir. H. A. R. Sutan Adil Hendra, MM.

“Janganlah orang susah kita permalukan akan kesusahannya seperti diparipurna dewan hut provinsi jambi 2011 lalu. Keluarga miskin menerima bantuan Samisake diminta berdiri dan hadirin bisa melihat ada orang miskin telah dibantu, batin saya menangis ketidakpekaan ini,”sesalnya.

Sikap tokoh yang berlatar belakang pengusaha bukan tanpa alasan, karena selama ini banyak program kerakyatan hanya dijadikan alat popularitas semata.

Partai Gerindra sebagai gerakan kebangsaan menentang praktek kebijakan yang mengatasnamakan kerakyatan tetapi tidak pro rakyat ini.

Selanjutnya Sutan Adil menjelaskan garis kebijakan perjuangan Gerindra jelas. Untuk kesejahteraan tanah tumpah darah Indonesia, yang bertumpu pada bidang pertanian untuk ketahanan pangan nasional. Melalui produktifitas panganlah petani sebagai komponen terbesar masyarakat dapat sejahtera.

Karena penjualan padi mereka meningkat, untuk itu Partai Gerindra menjadi partai terdepan memperjuangkan alokasi anggaran sector pertanian yang membantu petani untuk mandiri. Tahun ini saja Fraksi Partai Gerindra di DPR berhasil meningkatkan alokasi pupuk dan bibit palawija hampir Rp 3,1 Triliun, yang sebelumnya dianggarkan Rp 400 Milyar. 

“Ini salah satu bukti bahwa kita berpihak pada masyarakat secara nyata bukan politik pencitraan semata,” pungkasnya.

(cas/adv)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: