>

REFLEKSI AKHIR TAHUN 2012

REFLEKSI AKHIR TAHUN 2012

Hukum Belum Jadi Panglima

Refleksi Akhir tahun memberikan catatan penting terhadap penegakkan hukum di satu sisi dan tarik menarik hukum dan politik di sisi lain. Sebagai sebuah catatan hukum, terlalu sayang peristiwa hukum 2012 dilewatkan begitu saja.

 

Konsentrasi publik dimulai disaat 20 orang anggota parlemen Sarolangun “menyatakan mosi tidak percaya” kepada ketua parlemen Sarolangun. Sebagai wacana publik, “mosi tidak percaya” kemudian memantik polemik yang kemudian berakhir di muka pengadilan. Putusan PTUN Jambi kemudian “ditolak” di Pengadilan Tinggi Medan. PTUN Medan kemudian mengabulkan permohonan dari ketua parlemen yang kemudian menyatakan “mosi tidak percaya” anggota parlemen Sarolangun tidak mempunyai dasar hukum.

 

Dalam waktu yang bersamaan, kasus Afriyani yang “menabrak” 9 orang tewas habis pesta narkoba menjadikan issu ini menjadi perdebatan klasik hingga putusan pengadilan. Penerapan pasal “pembunuhan” terhadap pelaku lalu lintas memantik diskusi dan diskursus panjang di kalangan ahli hukum.

 

Persoalan “pulau berhala” menjadi issu aktual yang membikin konsentrasi Propinsi Jambi tersita. Terlepas akhir dari putusan, issu “Pulau Berhala” menjadi diskusi yang tidka berkesudahan baik dalam persoalan sejarah Jambi dengan Propinsi Jiran, maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sejarah Jambi itu sendiri.

 

Dalam periode selanjutnya, publik “dipaksa” menyaksikan mantan-mantan kepala Daerah yang dituduh “terlibat dalam kasus DAMKAR”. Banyaknya mantan-mantan kepala Daerah yang kemudian “terseret” dalam kasus Korupsi kemudian kembali mempertanyakan “bagaimana” mekanisme Pilkada yang juga tidak mampu menghasilkan putra-putra terbaik untuk memimpin daerahnya masing-masing.

 

Kebebasan beragama menjadi salah satu tema yang juga terjadi di Jambi. Digugatnya Walikota Jambi pasca SK Walikota Jambi “menutup tempat” ibadah membuat kasus ini kemudian bergulir di muka persidangan. Putusan PTUN kemudian “menyadarkan” bahwa kewenangan Kepala Daerah “menutup” tempat ibadah tidak dapat dibenarkan secara hukum.

 

Issu tanah Propinsi yang berhadapan dengan mantan Gubernur Jambi membuat “publik berdegup nafas” ketika menjadi wacana publik. Entah apa hasil akhirnya, namun yang pasti, berbagai asset-asset Propinsi menjadi persoalan yang masih kabur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: