Mulai Hari Ini, TDL Naik Bertahap
Subsidi Listrik Hemat Rp 14,9 T
JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mulai hari ini (1/1) akan menerapkan tarif setrum baru. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) itu bakal diberlakukan tiap tiga bulan sekali hingga mencapai 15 persen sampai akhir tahun nanti. Kenaikan TDL ini diprediksi mampu menghemat alokasi subsidi listrik pada 2013 senilai Rp 14,9 triliun.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan, dana subsidi listrik yang bisa dihemat dengan adanya kenaikan TDL ini cukup besar. Hingga akhir tahun nanti diperkirakan mencapai Rp 14,9 triliun. \"Ini pengurangan subsidi ya, nilainya sekitar Rp 14,9 triliun dalam setahun. Itu setara dengan kenaikan tarif 15 persen,\" ujarnya di Jakarta, Minggu (31/12).
Seperti diwartakan, DPR menyepakati subsidi listrik 2013 senilai Rp 78,6 triliun dengan asumsi ada kenaikan TDL sebesar 15 persen. Dengan asumsi itu, seandainya TDL tidak dinaikkan tahun ini maka subsidi listrik menjadi Rp 93,5 triliun. \"Penghematan itu akan digunakan pemerintah untuk kebutuhan infrastruktur,\" lanjutnya.
Nur menegaskan, mulai Januari 2013 kenaikan tarif listrik bakal dicicil 4,3 persen. Nanti setelah tiga bulan akan dinaikkan kembali sampai genap mencapai 15 persen. \"Pemerintah telah memutuskan bahwa kenaikan akan dilakukan setiap tiga bulan. Kita mulai laksanakan awal tahun hingga akhir tahun nanti,\" sebutnya.
Walau begitu, kenaikan TDL tidak akan membebani rakyat kecil. Sebab, keputusan itu hanya berlaku untuk pelanggan PLN dengan daya di atas 1.300 watt (volt ampere/VA). Sedangkan pelanggan dengan daya 450 watt dan 900 watt dibebaskan dari kenaikan TDL. Berdasar tarif per 1 Juli 2010, pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 VA dikenai Rp 790 per kWh. Sedangkan pelanggan 2.200 VA Rp 795 per kWh dan pelanggan 3.500\"5.500 VA Rp 890 per kWh. Untuk tarif baru, semua angka itu tinggal ditambah kenaikan 15 persen selama 2013. Sementara itu, abonemennya diterapkan skema rekening minimum (RM).
Selain itu, ada empat golongan pelanggan yang subsidinya dihilangkan atau membayar sesuai dengan tarif keekonomian. Yakni pelanggan 6.600 VA ke atas (untuk rumah tangga), pelanggan 6.600 VA-200 kVA (untuk bisnis), pelanggan di atas 200 kVA (keperluan bisnis seperti mal), serta pelanggan 6.600 VA-200 kVA (kantor pemerintah dan penerangan jalan umum). Mereka akan membayar sesuai keekonomian, yakni biaya pokok produksi sekitar Rp 1.261 per kWh ditambah margin 7 persen.
Sebelumnya, biaya penggunaan listrik masih menggunakan tarif per 1 Juli 2010. Jika mengalami kenaikan 15 persen sepanjang 2013, tarif itu dinilai masih termurah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina. Ke depan, subsidi listrik akan diarahkan menuju pengurangan subsidi secara bertahap. Suatu saat bisa saja pelanggan 900 VA tidak dapat subsidi lagi ketika daya beli (purchasing power) pelanggan sudah tinggi.
Meski keputusan pemerintah dan parlemen sudah bulat, kalangan pengusaha masih banyak yang melakukan penolakan. Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengecam keras kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik. APPBI menilai pusat perbelanjaan akan terpukul dengan kenaikan tarif listrik tersebut. Apalagi, pusat perbelanjaan merupakan tempat mengadu nasib UMKM (usaha mikro kecil dan menengah).
APPBI juga mengeluhkan rencana penerapan tarif keekonomian untuk pelanggan dengan daya di atas 6.600 watt. Jika itu terjadi, harga-harga barang di mal akan melonjak dan memicu inflasi tinggi. Pengusaha tekstil yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) malah bakal mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK). API memandang, keputusan pemerintah menaikkan TDL 15 persen akan menurunkan daya saing produk Indonesia karena harga ekspor menjadi lebih mahal.
Di bagian lain, kalangan akademisi menganggap yang seharusnya dinaikkan adalah harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, dan bukan tarif listrik. Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa juga memerkirakan menjelang TDL per 1 Januari 2013, telah terjadi penimbunan pulsa listrik di masyarakat. \"Penimbunan bisa jadi dilakukan pelanggan listrik prabayar alias yang mengisi dengan token atau pulsa listrik,\" ungkapnya.
Menurut dia, hal itu memang satu persoalan tersendiri dan akan menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari. \"Dengan sistem pulsa atau prabayar, masyarakat dapat membeli terlebih dahulu sebelum TDL naik. Jadi bayar menggunakan pulsa listrik dengan perhitungan tarif lama,\" tukasnya.
Apalagi, dalam pulsa tersebut tidak ada batas waktu berakhir atau kadaluawrsa. Dengan begitu, otomatis bisa menikmati keuntungan hingga 15 persen pada akhir tahun nanti. \"Kita beli pulsa dengan harga yang murah sekarang (sebelum naik 1 Januari 2013). Nah, kita boleh kan tidak langsung pakai,\" bebernya.
Namun, menurut dia, kasus itu tidak termasuk dalam kategori penimbunan energi seperti BBM yang sering terjadi sebelum adanya kenaikan harga. Karena itu, kerugian terhadap konsumsi energi PLN tidak bisa diperhitungkan. \"Itu kan cuma pulsa doang. Bukan pada energinya,\" jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: