Kartu Kredit Turun, Rekening Palsu Marak
JAKARTA- Diterapkannya teknologi berbasis chip dalam kartu kredit dinilai mampu menekan angka kejahatan dalam sistem pembayaran uang plastik itu. Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) mencatat, angka penipuan lewat kartu kredit di Indonesia menjadi yang paling minim jika dibandingkan dengan kejahatan kartu kredit se-Asia.
Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Isbandiono Subadi mengatakan, sebelum diterapkan kartu kredit berbasis chip, kontribusi kejahatan kartu kredit Indonesia di Asia mencapai 18 persen. Tapi data terbaru tahun lalu, tingkat kejahatannya merosot tajam hingga sisa satu persen saja. “Dulu waktu belum pakai chip, kita nomor satu kejahatannya. Sekarang turun jadi yang paling sedikit,” ungkapnya kemarin (28/1).
Jika dibandingkan dengan data nasional, penggunaan chip tersebut secara signifikan dalam pengurangan kecurangan atau fraud pada kartu kredit. Pada 2009, sebelum sistem chip ini diterapkan, kasus fraud mencapai 110 ribu kasus. Namun setelah pengaplikasian teknologi chip pada kartu kredit tahun 2010, jumlah fraud turun drastis menjadi 18 ribu kasus.
Lantaran dinilai mampu menekan secara signifikan kejahatan finansial, Isbandiono menerangkan penggunaan kartu ATM/debet berbasis teknologi chip yang akan diterapkan mulai awal 2016 mendatang. Hingga saat ini, jenis kartu pembayaran elektronik tersebut masih belum menggunakan chip, namun memakai pita magnetik.
Sementara itu, jumlah uang transaksi elektronik terus meningkat. Terbukti sampai 2012 mencapai 21 juta kartu elektronik, yang meningkat dibanding 2009 sebanyak 3 juta kartu elektronik.Nilai transaksi menggunakan uang elektronik selama 2012 telah mencapai Rp 5,2 miliar atau meningkat dibanding tahun 2009 sebesar Rp 1,4 miliar.
Sebagai tambahan informasi, kendati berhasil mencatatatkan pemaparan positif, Indonesia masih belum sepenuhnya bebas dari kejahatan keuangan secara mudah. Isbandiono memaparkan, kejahatan perbankan setiap tahunnya bisa meningkat 10 persen. “Pada 2012 lalu, ada 3 ribu kasus,” jelasnya.
Dari ribuan kasus tersebut, mayoritas adalah jenis kejahatan rekening palsu. Misalnya kasus rekening palsu sebuah rumah penggalang dana dhuafa, hingga penipuan anggota keluarga yang sakit atau masuk polisi. “Paling besar terjadi di BCA dan Mandiri,” paparnya.
(jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: