OJK Tumpas Mafia Lembaga Keuangan

OJK Tumpas Mafia Lembaga Keuangan

JAKARTA- Badan audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) makin serius untuk mempersempit ruang gerak para mafia di lembaga keuangan. Tahun ini, OJK mulai menggodok regulasi pencegahan terjadinya fraud, yang bakal berlaku untuk perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non bank (LKNB).

Deputi Internal Audit, Risk Management, dan Quality Assurance OJK Anis Baridwan penggodokan regulasi yang masih dalam tahap awal ini makin mempertajam fungsi pengawasan OJK terhadap rekam jejak kredibilitas dan integritas suatu perusahaan, dan industri jasa pendukungnya, serta nasabah, pemiliki, dan pengurus. “Makannya nanti OJK akan bangun pusat basis data industri jasa keuangan,” terangnya.

Di dalam pusat data tersebut, akan dipaparkan mendetil informasi masing-masing perusahaan hingga para calon dan pengambil kebijakannya. Dalam sistem database yang dibangun OJK itu, berformat mirip seperti daftar orang tercela (DOT) di Bank Indonesia. Meski bersifat tertutup untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan bagi calon pengisi posisi strategis di dalam perusahaan, akan tetapi sistem ini bisa menjadi informasi publik jika berindikasi adanya sebuah kecurangan dan kejahatan dalam suatu lembaga keuangan.

“Kami masih terus kaji, karena ini masih kick off. Masih mengumpulkan masukan terlebih dahuu dari asosiasi yang berwenang dalam manajemen risiko atau kepatuhan,” paparnya.

Wakil Bendahara Indonesian Risk Professional Assosiation (IRPA) Gandung Troy mengatakan, pihaknya merespon positif adanya upaya OJK untuk meminimalisir peluang oknum yang tak berintegritas dalam lembaga keuangan. “Jangan sampai, punya track record buruk di perbankan, lalu pindah ke LKNB atau pasar modal,” paparnya.

Gandung menjelaskan, OJK yang punya format sinergi dan kolaborasi terhadap lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa memiliki daya gedor untuk mengimplementasikan regulasi penegakan hukumnya. Pasalnya, terbukti dalam kasus riil yang selama ini terjadi pada lembaga keuangan, oknum tak bertanggungjawab-baik dalam bentuk korporasi maupun perserorangan-hanya bisa ditindak secara pidana saja, dengan mengabaikan sejumlah kerugian yang seharusnya dibayar atau dikembalikan. “Padahal, mafia-mafia pemicu fraud itu merugikan miliaran rupiah, namun uang tak kembali. Sebetulnya, regulator punya kewenangan untuk itu,” paparnya.

Gandung mencontohkan kasus pembobolan deposito Elnusa yang terjadi beberapa waktu silam. Bank Indonesia menetapkan akan mengganti dana nasabah bila sudah ada keputusan pengadilan. Padahal menurut Gandung, kasus tersebut seharusnya bisa diselesaikan oleh OJK sebagai regulator. “Karena tidak ada regulasi yang mewajibkan pengembalian kerugian penipuan. Sehingga kasus kejahatan keuangan semakin marak,\" jelasnya.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Audit Ilya Avianti mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh OJK nantinya tak hanya terintegrasi, namun juga sesuai dengan standardisasi profil risiko untuk setiap jenis dan kompleksitas industri. “OJK tengah menunggu asosiasi untuk mempersiapkan kualitas SDM di industri jasa keuangan, termausk bidang risk management. Apalagi, ini sudah dalam rangka AFTA 2015, jadi proteksi industri jasa keuangan harus ketat, tanpa mengurangi perkembangan industri,” jelasnya.

(jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: