DPR Kaji Tax Amnesty

DPR Kaji Tax Amnesty

JAKARTA- Sektor perpajakan merupakan tulang punggung penerimaan negara. Berbagai upaya pun terus dilakukan untuk menggenjotnya. Salah satu wacana yang kini tengah digulirkan adalah tax amnesty atau pengampunan pajak.

      Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Olly Dondokambey mengatakan, saat ini muncul wacana adanya tax amnesty dalam pembahasan optimalisasi perpajakan. “Ada beberapa masukan tentang tax amnesty. Kita akan kaji untung ruginya,” ujarnya di DPR kemarin (20/2).

      Tax amnesty merupakan kebijakan pengampunan terhadap tindakan penggelapan atau pengurangan pajak yang terjadi di masa lampau. Melalui tax amnesty, berbagai catatan pelanggaran pajak dihapuskan. Harapannya, setelah itu, wajib pajak (WP) melaporkan pajak dengan tepat tanpa ada yang ditutup-tutupi seperti sebelumnya, sehingga penerimaan pajak akan meningkat.

      Menurut Olly, ide tentang tax amnesty muncul karena adanya potensi para WP yang ingin membayar pajak dengan benar, namun takut mengungkap angka pendapatan sebenarnya karena dihadapkan dengan denda atau tagihan utang pajak yang terlalu besar. “Ini pasti ada pro dan kontra, karena itu akan kita lihat dari berbagai aspek,” katanya.

      Tax amnesty sebenarnya sudah lama digulirkan. Misalnya, pada saat pembahasan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) pada 2007 lalu, kalangan pengusaha mengusulkan adanya tax amnesty. Usul tersebut lantas diakomodasi melalui kebijakan Sunset Policy yang dinilai sebagai versi mini dari tax amnesty.

      Dalam Pasal 37A UU KUP disebutkan, WP yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU KUP, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.

      Namun demikian, Ahli Perpajakan Gunadi menilai, segala bentuk tax amnesty harus dikaji dengan sangat hati-hati. Menurut dia, di beberapa negara, tax amnesty memang sukses meningkatkan penerimaan pajak. “Tapi, syaratnya, pengawasan harus sangat ketat,” ujarnya.

      Menurut Guru Besar Universitas Indonesia (UI) tersebut, jika tax amnesty tidak dibarengi dengan reformasi pajak secara besar-besaran untuk memperketat pengawasan, maka dikhawatirkan hal tersebut justru akan memicu orang untuk melakukan pajak. “Mereka akan mikir, melanggar pajak dulu, toh nanti akan ada tax amnesty. Jika itu terjadi, akan sangat berbahaya, rawan moral hazard,” jelasnya.

(jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: